Kisah Dakwah di Desa Jetek: Dulu Warga Baca Shahadat Saja Tidak Bisa, Kini Punya Masjid Senilai Rp 1 M

Choiri Mitlak (Zaidun/PWMU.CO)

PWMU.CO – Orang Jawa mengatakan, jika Anda ingin berhasil maka perlu ngilmuni (diperlukan ilmu). Bukan asal melakukan sesuatu tanpa ada pola dan strategi. Lebih-lebih yang disampaikan adalah ajaran agama.

Hal ini tepat untuk menggambarkan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM)  Desa Jetek, Kecamatan Duduksampeyan, Kabupaten Gresik.

Bagaimana tidak, warga Desa Jetek ini dulunya—sekitar 20 tahun—bisa dikatakan tidak mengenal Muhammadiyah sama sekali. Masyarakatnya mengalami krisis akidah. Terbelenggu oleh kepercayaan nenek moyang. Namun kini, masyarakatnya sudah melepas kepercayaan lama itu dan berusaha mempelajari agama dengan benar berkat pengajian pelajar yang digagas PRM Jetek yang berjalan dengan baik dan terus berkembang.

Menurut Choiri Mitlak, Guru TPA Al Falah PRM Jetek, masyarakat Jetek pada tahun 1980-an pada umumnya masih banyak yang belum mengamalkan ajaran Islam dengan benar apalagi mengenal Muhammadiyah.

“Pada bulan tertentu setiap tahunnya masyarakat membuat tumpeng dan buah-buahan yang yang ditaruh pada keranjang khusus lalu dipikul dan diarak menuju telaga. Yang menurut mereka di telaga itu ada penunggunya yang selama ini menjaga desa tempat mereka tinggal,” cerita Choiri pada PWMU.CO, Jumat (7/12/18).

Masjid Al Falah. (Zaidun/PWMU.CO)

Namun, sambungnya, sejak hadirnya Muhammadiyah di Jetek tahun 1983, dan mulai berkembang tahun 1999, masyarakat yang tadinya tidak taat menjalankan ibadah, jadi berbalik 180 derajat: menjadi penganut Islam yang taat.

“Dulu kondisi masyarakat sangat memprihatinkan. Mengucapkan dua kalimat syahadat saja tidak bisa,” ujarnya. “Namun pelan-pelan dan penuh kesabaran, akhirnya masyarakat mau belajar agama.”  

Akhirnya, ujarnya, masyarakat bisa mengerjakan shalat sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW. “Dan mereka mau berjamaah shalat lima waktu di mushala yang didirikan Muhammadiyah pada waktu itu,” kenangnya.

Choiri mengaku datang ke Jetek tahun 1996 atas permintaan Talkah—tokoh perintis Muhammadiyah di Jetek. “Beliau yang mengundang warga untuk mengikuti pengajian, karena sebelumnya sempat libur karena tidak ada yang mengajar. Guru ngaji yang ada di Jetek karena alasan tertentu mengundurkan diri. Akhirnya saya yang melanjutkannya,” terang dia.

Setelah diundang pengajian itu, warga mau datang ke mushala. Choiri menuturkan, dalam pengajian itu mereka diajari mengikrarkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan shalat. “Setelah itu mereka kita ajak shalat berjamaah. Baru seusai shalat diisi dengan pengajian. Mengkaji fiqih Islam,” cerita Choiri.

Setelah pengajian berlangsung selama empat tahun, jamaah pengajian didominasi  orang tua. “Orang-orangnya juga itu-itu saja. Monoton dan tidak ada respon. Maka akhirnya saya tidak melanjutkannya,” papar dia.

Sebagai gantinya, sambungnya, saya mengambil inisiatif untuk memberikan pengajian pada anak-anak usia sekolah dari SD hingga SMA. “Caranya saya membuka Taman Pendidikan Alquran (TPA) Al Falah,” ungkap lulusan Universitas Muhammadiyah Surabaya itu. Dia menambahkan, setelah belajar Alquran siswa diberikan pelajaran fiqih dan Kemuhammadiyahan.

Perguruan Muhammadiyah Jetek (Zaidun/PWMU.CO)

Mantan Ketua Majelis Tabligh PTM Jetak ini menjelaskan, respon para siswa itu bagus. “Mereka sangat bersemangat belajar ilmu agama. Karena selama ini ilmu agama tidak mereka dapatkan di keluarganya,” terangnya.

Dari TPA AL Falah itu jamaah pengajian berkembang. “Anak didik yang belajar di TPA akhirnya mengajak orangtuanya untuk shalat di mushala,” terangnya. “Mereka mengajak ibunya untuk shalat jamaah dan selanjutnya mendengarkan pengajian di mushala.”

Seiring perkembangan waktu, ungkap Choiri, mushala yang hanya bisa menampung beberapa itu jamaah sudah tidak bisa menampung lagi. “Apalagi pada bulan Ramadhan jamaah yang mengikuti sholat tarawih hingga mencapai empat ratus jamaah,” terang dia penuh syukur.

Karena sudah tidak bisa menampung lagi jamaah maka dibangunlah masjid yang sekarang berdiri megah itu. Choiri menegaskan, usia masjid tersebut baru empat tahun. “Masjid yang bisa menampung tiga ratus lebih jamaah ini dibangun menghabiskan dana Rp 1 miliar lebih. Di mana separuh dananya berasal dari infak jamaah dan separuhnya lagi merupakan sumbangan beberapa donatur,” terangnya.

Berdirinya masjid ini sebagai tanda bahwa Muhammadiyah ada dan berkembang dengan pesat Desa Jetek. “Karena tolak ukur berkembang dan tidaknya bisa dilihat dengan dibangunnya masjid ini,” kata Umar Choirul Amin, Ketua PRM Jetek.

Sementara itu Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Duduksampeyan Luh Syaifudin mengakui bahwa jumlah warga Muhammadiyah di Jetek sangat banyak untuk ukuran ranting di daerah kecamatan Duduksampeyan.  “Dan bisa dikata sebagai kantong Muhammadiyah di wilayah PCM Duduk Sampeyan,” ujarnya. (Zaidun)

Umar Choirul Amin. (Zaidun/PWMU.CO)
Exit mobile version