PWMU.CO-Makna Hari Ibu sekarang mengalami pergeseran. Banyak yang memaknai sekadar momentum mengingat jasa ibu. Mulai dari membantu kegiatan di rumah hingga memberi hadiah.
Hal tersebut disampaikan oleh Belia Ayu dan Miftahul Jannah, ketua dan sekretaris Bidang Immawati (Bidang Perempuan) dalam agenda Kajian Hari Ibu yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan Komisariat (PK) Renaissance FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (15/12/2018) malam.
Banyak yang belum tahu, kata mereka, ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu berdasarkan pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia (KPI) yang ke-3. KPI ini adalah sebuah kongres atau perkumpulan organisasi perempuan pada masa pra kemerdekaan.
”Mereka berjuang atas hak-hak perempuan, karena pada masa itu, perempuan dipandang rendah, mereka hanya diperbolehkan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah,” katanya.
Inisiatif perempuan mestinya lebih baik dibandingkan dulu kala, kata Belia. Karena perempuan saat ini memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. “Sejarah Hari Ibu tidak pernah lepas dari perjuangan perempuan pra-kemerdekaan. Mestinya tidak hanya diperingati dengan mengingat jasa-jasa ibu, saja,” ujarnya.
Miftahul menambahkan, peringatan Hari Ibu dewasa ini mengalami penyempitan pemaknaan. “Harusnya para perempuan juga berefleksi tentang kedudukannya sejak masa dulu hingga saat ini,” jelasnya.
Perempuan, sambungnya, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam berwarga negara dan bersosial. Kontribusi juga harus masif atau menyeluruh untuk bangsa dan negara ini dari perempuan.
Menurut Belia, perempuan juga harus progresif dalam berbagai hal. “Bila mahasiswa maka perlu memaksimalkan diri sebagai akademisi muslim yang berakhlak mulia,” tutup Belia. (Sarah Sa’daika)