Setelah menikah dengan Nyai Abdullah, seorang Kyai di Krapyak menghendaki agar adiknya yang bernama Nyai Rum untuk menikah dengan Kyai Dahlan. Pernikahan ini juga dimaksudkan agar ada sinergitas gerakan dakwah antar dua tokoh. Tidak banyak cerita yang bisa digali dari pernikahan Kyai Dahlan dengan Nyai Rum ini. Bahkan, konon kabarnya, Nyai Rum menikah dengan Kyai Dahlan ini hanya demi status. Sehingga pasangan ini kemudian bercerai tanpa meninggalkan
Kemudian dalam salah satu perjalanan dakwah, Kyai Dahlan pernah singgah di Cianjur Jawa Barat. Seorang Penghulu Ajengan Cianjur (penghulu bangsawan) merasa kagum dengan kepandaian dan pemikiran Kyai Dahlan sehingga ingin menikahkan putrinya yang bernama Aisyah dengan Kyai Dahlan. Penghulu Ajengan ini hanya menginginkan adanya keturunan dari Kyai Dahlan di Cianjur. Karena itu, dia tidak menuntut Kyai Dahlan bertempat tinggal di Cianjur setelah menikahi putrinya. Pernikahan keempat ini menghasilkan seorang putri bernama Siti Dandanah.
Kyai Dahlan sangat memahami bahwa poligami akan sangat menyakitkan perempuan. Meski Nyai Ahmad Dahlan tidak pernah melarangnya untuk menikah lagi, tapi Kyai Dahlan sangat menjaga perasaan istri pertamanya itu. Salah satu caranya adalah tidak menempatkan istri-istrinya itu dalam satu kampung, apalagi satu rumah. Nyai Abdullah tetap berada di Namburan, Nyai Aisyah tetap di Cianjur, dan Nyai Rum tetap bertempat tinggal di Krapyak.
Tampaknya Kyai Dahlan tetap menghargai posisi Nyai Ahmad Dahlan sebagai istri tertuanya yang memang mendampinginya selama berjuang mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah.
Lebih daripada itu, Nyai Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa perempuan- perempuan yang menjadi istri Kyai Dahlan dinikahi dengan alasan-alasan tertentu. Selain dari Siti Walidah, hanya 2 orang yang memberikan keturunan yang masing-masing seorang: Raden Ayu Windyaningrum (Nyai Abdullah) dan Aisyah. Raden Ayu Windyaningrum dinikahi dalam usia 16 tahun, yang setahun sebelumnya sudah berstatus janda. Sementara Aisyah dinikahi Kyai Dahlan dalam usia 15 tahun.
Sebagai seorang yang bergerak dalam pergerakan, Nyai Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa kematangan usia dalam pernikahan akan menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Karena itu, kedua anak hasil pernikahan Kyai Dahlan dengan Raden Ayu Windyaningrum dan Aisyah akhirnya dipelihara oleh Nyai Ahmad Dahlan.
Sebagaimana yang dituturkan Siti Hadiroh, cicit Kyai Dahlan, demikian perhatiannya Nyai Ahmad Dahlan kepada anak-anak itu, sampai mereka tidak tahu kalau ibu yang selama ini mengasuhnya adalah bukan ibu kandungnya.
Sejarah mencatat poligami KH Ahmad Dahlan dengan 4 istri berbuah keturunan yang menyebar mulai Indonesia, Thailand, Inggris, dan negara lainnya. Kini semua keturunannya: anak, cucu, cicit, canggah, wareng, dan kini udeg-udeg, tetap hidup rukun dan menjalin silaturrahmi, meski jarak dan kewarganegaraan memisahkan. (MKS)