PWMU.CO – Tabligh dan masjid itu ujung tombak dakwah Muhammadiyah karena masjid itu bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nadjib Hamid MSi dalam Workshop RAPB Masjid/Mushalla Muhammadiyah se-Kota Surabaya di Hotel New Start Trawas Jawa Timur, Sabtu (5/1/2019).
Nadjib Hamid menyampaikan, tempat dakwah yang paling strategis itu lewat tabligh dan masjid. Lembaga pendidikan mestinya juga menjadi ujung tombak dakwah tapi dalam praktik mungkin harus dievaluasi terus menerus.
”Mengapa murid dan walimurid yang sekian banyak itu belum menjadi target dakwah yang efektif. Mungkin karena tidak bersentuhan langsung dengan aspek-aspek ideologis,” tuturnya.
Beda kalau orang masuk masjid, sambung Nadjib, baru melihat bentuk mimbarnya saja sudah tahu ini masjid Muhammadiyah. ”Ini ideologis. Ideologi aspek pembeda, aspek yang memperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Jadi orang tahu kalau mimbarnya tidak ada tutupnya pasti bukan Muhammadiyah,” tuturnya.
Menurut dia, masjid itu efektif, tapi problemnya kemudian aspek manajerial. Umumnya masjid kita berada di kawasan padat penduduk karena dulu awalnya adalah wakaf sehingga masjid Muhammadiyah lebih banyak di kampung. Tidak ada masjid Muhammadiyah yang didesain dari awal itu proyek besar.
“Maka Majelis Tabligh harus memikirkan bagaimana agar ada masjid yang menjadi sentral. Maksud saya kalau ada orang daerah datang ke Surabaya mencari masjid Muhammadiyah di mana maka ada masjid Muhammadiyah yang menjadi rujukan,” tuturnya.
Dulu kita punya Masjid Dakwah Blauran, kata Nadjib. Tapi seiring perjalanan waktu laa yamuutu wa laa yahya nasibnya. ”Sering saya jadikan contoh bahwa perubahan tata ruang telah memakan korban. Gara-gara tata ruang berubah menjadi tata ruang bisnis maka harga tanah di Embong Malang melambung. Jamaah tidak ada yang kuat tinggal di sana, maka rumah dijual dibeli investor. Masjidnya sekarang terkurung pagar,” ujarnya.
Strategis dakwah kita kalau semua kawasan strategis berubah tata ruangnya menjadi bisnis maka amal usaha Muhammadiyah yang berhubungan dengan ibadah akan kehilangan jamaah dan Masjid Dakwah itu contoh nyata. ”Siapa sekarang yang masih shalat berjamaah di sana mungkin takmirnya sudah tidak ada,” cerita dia.
Dia juga menyaksikan fenomena serupa pada amal usaha lain seperti sekolah. Sekolah Muhammadiyah di Wonokromo itu misalnya. Sangat jarang orang PCM yang tinggal di sekitar sekolah itu, maka amal usaha seperti perusahaan. ”Misi dakwahnya tidak nyambung karena setelah bekerja pulang semua rumahnya jauh-jauh,” katanya.
“Andaikan ada yang mau niat jahat, mau membakar perguruan Muhammadiyah tidak ada yang tahu karena tidak ada pengurusnya. Maka belakangan diganggu oleh tetangga kanan kiri kita. Ini sesungguhnya peringatan bagi kita semua,” tuturnya. (Habibie)