PWMU. CO-Petani cabai mengeluhkan harga yang terus merosok. Akibatnya hasil panen tak sepadan dengan biaya menanam. Keluhan itu disampaikan oleh para petani di Kediri yang ditemui di desanya, Jumat (8/2/2019).
Petani cabai Desa Kebonrejo Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri menyampaikan dua bulan ini agar terus menurun. Januari lalu masih Rp 9.000 per kg. ”Sekarang bulan Februari menjadi Rp 7.000 per kg. Itu harga ke tengkulak,” ujar Pairin petani setempat.
Dia menambahkan, hasil panen tak bisa menutupi ongkos produksi. Petani sudah mengeluarkan biaya dan tenaga tapi harga cabai seperti tak tekendali anjloknya. Dia mempertanyakan kenapa setiap masa panen terjadi kondisi demikian.
Pairin selain petani dia juga pengepul hasil pertanian masyarskat desanya. Dia menceritakan, karena kecewa ada sejumlah petani cabai membabat habis tanamannya sebelum dipanen.
Kondisi sama dialami petani Dusun Jomblang Desa Asmoro Bangun Kec Puncu Kab. Kediri. Satini petani setempat mengatakan, sejumlah lahan cabai siap panen milik tetangganya dibabat habis. Penyebabnya tak mampu membayar orang untuk memanen lombok.
Dia tak ikut-ikutan memotong tanaman di ladangnya. Dia memanen sendiri bersama keluarganya. Meskipun harga merosot, setidaknya masih ada uang untuk belanja. ”Diitung-itung memang rugi. Daripada tak punya uang terpaksa dijual murah,” tuturnya.
Kasubdit Aneka Cabai Dirjen Sayuran Tanaman Obat Departemen Pertanian Mardiyah situasi ini dengan datar. ”Saya terima laporan keluh-kesah dan jeritan petaniuntuk diteruskan ke pusat,” katanya saat berkunjung ke Pasar Induk Sayur Pare.
Sekretaris Forum Komunitas Pedagang Mandiri Pasar Induk Pare Suparlan menyayangkan sikap petani yang kecewa lantas membabat habis tanaman cabainya. Dia lebih kecewa lagi pemerintah tak punya solusi mengatasi masalah ini.
”Peristiwa harga anjlok cabai ini sudah berkali-kali terjadi tapi pemerintah membiarkan saja terjadi,” katanya. ”Dalil lama selalu disampaikan harga turun setiap musim panen karena stok berlimpah. Padahal petani perlu solusi,” tandasnya.
Dia menyarankan, petani cabai juga mendapat perhatian seperti petani padi yang hasil panennya dibeli Bulog. ”Meskipun cabai bukan termasuk sembako tapi penting. Sebab makan tanpa sambal menjadi hambar,” ujarnya terkekeh.
Cabai itu, kata dia, di saat berlimpah sebenarnya bisa dikeringkan. Di Kabupaten Kediri tersedia cukup banyak lantai penjemuran. ”Bisa dikeringkan secara tradisional. Belum perlu mendatangkan mesin khusus untuk pengeringan seperti di Cina dan India,” katanya.
Sayangnya, tambah dia, pemerintah tak pernah memberi penyuluhan perlakuan pasca panen lombok. Selama ini hanya petani padi yang jadi prioritas disuluh pra tanam hingga pasca panen.
Mardiyah menyatakan, pihaknya akan mencari solusi bersama petani agar terpola kinerja saling dukung. ”Kami keliling ke Brebes, Lombok, Kerinci, Demak, sekarang giliran Kediri untuk memantau hasil panen petani.
Dia menuturkan, idealnya harga cabai itu stabil. Tentu dengan catatan pasokan yang kontinyu. BEP rata-rata untuk modal tanam cabai jika harganya Rp 12 ribu per kg. (Dahlansae)