PWMU.CO – Makam keramat yang dibongkar. Itu terjadi di Takerharjo, beberapa tahun lalu. Selama dua hari, warga Muhammadiyah di desa yang terletak di Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur itu ramai-ramai membongkar makam yang selama ratusan tahun dikeramatkan oleh sebagian masyarakat sekitar. Makam Panji namanya.
Konon, ada tiga tempat di Takerharjo yang sering dijadikan sebagai ngalap berkah. Tiga tempat itu adalah Sendang Beji yang terletak di tengah desa, Pohon Jangkang yang terletak di sebelah timur desa, dan Makam Panji yang terletak di sebelah utara desa. Tiga tempat itu sering dipakai untuk nyekar (baca: ziarah), dengan menyembelih binatang sebagai bentuk sesajen.
Fenomena itu membuat warga Muhammadiyah di Takerharjo resah. Harus ada tindakan. Tempat pertama dan kedua sudah lama lenyap. Tinggal Makam Panji tadi.
(Baca: Risalah Prof Syafiq Mughni: Kisah Teladan Nur Muhammad)
Tradisi ziarah telah menjadi bentuk ungkapan agama rakyat (popular religion). Bukan monopoli Islam. Pemeluk Buddha, misalnya, kerap berziarah ke tempat kelahiran Siddharta di Kapilavastu, tempat Siddharta mencapai pencerahan rohani di Bodh Gaya, tempat Siddharta pertama kali menyampaikan ajaran di Benares, dan tempat Siddharta mencapai parinirwana di Kusinagara.
Demikian pula umat Katholik. Ziarah umumnya mereka lakukan dengan mengunjungi tempat-tempat suci, seperti kelahiran Yesus di Nazaret, Taman Getzemani, Bukit Golgota, Basilika Santo Petrus, Lourdes, Taize, Gua Maria di Pohsarang, Kediri, dan Sendangsono. Ziarah juga dilakukan ke Ise bagi umat Shinto di Jepang, ke Haika bagi umat Bahai, dan ke Sungai Gangga bagi umat Hindu. Bahkan, para penganut komunis yang mengaku atheis juga melakukan ziarah ke Musoleum Lenin di Moskow.
(Baca juga: Potret Warga Muhammadiyah: Rasional yang Tak Rasional)
Dalam konteks ini, ziarah mengandung dua makna. Pertama, dan yang fundamental, adalah berkunjung ke makam seseorang yang telah meninggal. Sedangkan makna lain menunjuk pada kunjungan ke masjid-masjid atau tempat-tempat suci. Tempat-tempat suci itu biasanya dikaitkan dengan petilasan para wali atau orang-orang yang dianggap suci. Dan, pelaku ziarah menganggap ini adalah upaya mengambil manfaat dari kekuatan dan kemuliaan rohani orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah.
Meski praktik dimaksud mendapat kritik keras dari sebagian Muslim, pelaku ziarah seolah tidak ambil pusing. Sebabnya barangkali karena pemikir Islam yang membela praktik ziarah tidak sedikit. Al-Ghazali, misalnya, berpendapat bahwa ziarah dapat mengantarkan seseorang untuk memiliki sikap penyerahan diri. Ibn Al-Arabi, yang berjuluk Syaikh al-Akbar dalam tradisi sufi, juga sangat gemar berkhalwat di makam-makam demi laku spiritual. Baca sambungan di hal 2 …