PWMU.CO-Data Polda Jawa Timur menunjukkan, tahun 2018 sebanyak 5.400 orang mati karena kecelakaan lalu lintas. Kebanyakan di usia milineal umur 16, 17 tahun sampai 35 tahun.
Hal itu disampaikan Kasubdit Bin Gakkum (Pembinaan Penegakkan Hukum) Ditlantas Polda Jatim AKBP M. Budi Hendrawan SIK MH saat menjadi pembina upacara di SMA Muhammadiyah 2 Pucang Surabaya, Senin (25/2/2019).
Budi menambahkan, sekitar 40 persen korban tidak mempunyai SIM. Rata-rata korban kecelakaan belum memenuhi syarat untuk mengemudi. Mereka juga tidak menaati aturan. Salah satunya tak memakai helm.
”Di antara korban yang meninggal karena luka di kepala,” katanya. ”Kalau luka di tangan atau kaki bisa diamputasi tetapi luka di kepala tidak mungkin diamputasi,” paparnya disambut tawa peserta upacara.
Ia meminta siswa, guru, karyawan yang mengendarai sepeda motor, baik di depan maupun di belakang, jauh atau pun dekat untuk memakai helm. Selain mematuhi aturan juga untuk keselamatan diri.
Dalam kesempatan itu dia juga sosialisasi Millennial Road Safety Festival yang dilaksanakan pada 17 Maret 2019 mendatang di Jembatan Suramadu. Sosialisasi kegiatan tersebut dilaksanakan di 36 SMA Negeri dan swasta se-Surabaya yang terpilih. Smamda menjadi sekolah keempat yang didatangi.
Festival ini, sambung dia, merupakan gawe Polda Jatim untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar korban berasal dari kalangan pelajar. Slogan dari kegiatan ini mewujudkan generasi milenial cinta lalu lintas menuju Indonesia gemilang.
Budi juga menyinggung korban narkoba. ”Di Indonesia sekitar 50-70 orang meninggal dunia karena narkoba per tahun,” ujarnya. Banyak di antaranya juga anak-anak muda.
”Jangan pernah sekali mencoba. Karena narkoba tidak patut dicoba. Sekali mencoba merasakan akan ketagihan,” tuturnya sambil berpesan antar siswa saling mengingatkan teman dan saudara untuk menjauhi narkoba. Efeknya sangat buruk.
Apabila terjadi di sekolah, sambungnya, langsung saja dilaporkan pembina. Di Polri itu ada satgas anti narkoba dan BNN.
Dia menegaskan, jangan gadaikan masa depan dengan barang yang tidak ada manfaatnya. Tidak ada dalam sejarah mantan pemakai narkoba sehat. ”Pasti ada kekurangannya pada sistem syaraf. Juga sakit kejiwaan,” paparnya.
Pada era tahun 90-an, ujar dia, pemakai narkoba kebanyakan dari kalangan menengah ke atas. Tapi sekarang tukang becak pun memakai narkoba. Berawal dari merokok kemudian memakai ganja, ekstasi, sabu-sabu setelah itu heroin.
”Kalau sudah heroin, memakai jarum suntik 90 persen pasti kena HIV/AIDS. Kalau sudah terkena HIV/AIDS tinggal tunggu meninggalnya. Bisa satu tahun, dua tahun atau tiga tahun karena daya tahan tubuh lemah,” tandasnya.
Jika ada siswa yang dicurigai memakai narkoba, pesan dia, tolong dikumpulkan lalu bawa ke kantor polisi untuk tes urin. ”Selama dilaporkan karena kesadaran, juga permintaan dari sekolah dengan kesadaran, tidak akan kami proses. Tapi kalau kita tangkap, informasi dari masyarakat pasti akan kita proses dan masuk penjara,” tandas Budi. (Tanti Puspitorini)