PWMU.CO– Sekolah mempunyai peran besar menumbuhkan pendidikan karakter seperti kreativitas untuk memasuki era revolusi industri 4.0. Sebab di era itu terjadi penggunaan mesin meluas sehingga pengangguran meningkat. Hanya yang kreatif mampu bertahan.
Demikian disampaikan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam seminar pendidikan yang diselenggarakan SMA Muhammadiyah 2 Surabaya (Smamda) di Hotel Mercure Grand Mirama, Selasa (26/2/2019).
Anas, sapaan akrabnya, menjelaskan akibat dari revolusi industri ini berdampak pada anak-anak kita. ”Tahun 2030 nanti ada sekitar 800 juta pengangguran,” terang Anas. ”Karena tenaga manusia digantikan robot.”
Saat ini saja, sambung dia, sudah ada aplikasi Go Food yang membuat orang tidak perlu ke warung. Penjaga tol sudah banyak berkurang, dan perusahaan taksi bangkrut setelah munculnya taksi online.
Menurut dia, kreativitas sangat penting untuk ditumbuhkan di sekolah dengan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk anak-anak bebas berkreasi. Anak-anak kreatif yang lahir di sekolah, di usia muda bisa sangat sukses.
”Di dunia start up dibanjiri anak muda. Anak muda yang kreatif,” terang Anas. Ia mencontohkan, Haryo yang mempunyai start up warung pintar. Di usia 24 tahun mempunyai gaji Rp 150 juta setahun. Ada lagi Adis usia 21 tahun, CEO start up, mempunyai gaji pertama Rp 45 juta.
”Ini menunjukkan, kreativitas juga menjadi kunci keberhasilan kaum milenial menggapai sukses. Jadi sekarang kuncinya bukan hanya skill tapi juga kreativitas,” lanjutnya.
Di hadapan 100 kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru BK SMP Negeri, swasta se-Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, pria kelahiran 1973 ini memaparkan sekolah harus melalui lompatan khusus untuk mendorong sektor kreatif.
”Saat ini di Banyuwangi sedang menyelesaikan proyek kerja sama antara Pemkab dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri membuat SMK jurusan kopi dan cokelat,” kata Anas.
Keberadaan SMK itu, ujar dia, dipadukan dengan pesantren sehingga santri yang hafal Alquran bisa menjadi barista atau peracik minuman kopi. Juga didirikan SMK batik. Senin sampai Jumat belajar Alquran, Sabtu dan Ahad membatik. Hasil membatiknya sudah diantre oleh sanggar batik. Ini bukti produk kreatif yang juga menghasilkan uang.
”Tren anak milenial sekarang tidak mau bekerja dari pagi sampai sore. Kalau bisa bekerja sambil berlibur tapi hasil duitnya lebih banyak,” ungkapnya.
Putra pasangan Achmad Musayyidi dan Siti Aisyah ini mengakui, saat ini banyak sekolah menemui kendala mencetak siswa sebagai generasi kreatif. Ini disebabkan sekolah masih mengedepankan paradigma lama. Pembelajarannya masih formal. Kepala sekolah disarankan melihat kegiatan yang paling menarik minat anak muda.
Menurut survei nasional Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) 2017. Kegiatan yang disukai olahraga menduduki tempat tertinggi yaitu 30,8 persen. Kedua musik sebanyak 19 persen. Nonton film 10 persen.
Dari data kegemaran ini, menurut dia, kepala sekolah bisa menjadikan referensi mengadakan festival yang memupuk kreativitas siswa. Ditambah lagi kegiatan pelatihan internet marketing sebagai pembelajaran kegiatan promosi untuk event tersebut dan lomba video kreatif.
Alumnus Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga memberikan tips bagaimana memulai program yang bisa mengasah kreativitas. Pertama, menentukan skala prioritas. ”Kepala sekolah tentu mempunyai banyak program maka dari itu harus dibuat skala prioritas. Jika tidak mempunyai skala prioritas maka tingkat keberhasilankurang bisa terukur maksimal,” tuturnya.
Kedua, sambung dia, sekolah harus mempunyai unggulan yang unik tidak dimiliki sekolah lain. Ketiga, inovasi. ”Membuat inovasi, bekerja sama dan bersinergi dengan yang lain. Kegiatan inovasi juga bisa melibat siswa, alumni, guru yang melahirkan kreativitas,” ujarnya.
Buatlah siswa, guru, alumni bangga di sekolah. Bangga dengan almamater. ”Bagaimana menimbulkan rasa bangga?” tanya Anas. Pupuk kepercayaan diri siswa sehingga ketika sudah percaya diri, berkreasi maka dia bangga hasil dari kreativitasnya. Kebanggaan terhadap almamater inilah menjadi public relation yang efektif bagi sekolah.
Seminar bertajuk Membentuk Generasi Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0 banyak memberi masukan pengelola sekolah. Kepala SMP Raudhatul Jannah Lisya Romadloniyah SS mengatakan, seminar ini memberi pencerahan dan inspirasi
”Sangat inspiratif. Saya mendapatkan suntikan motivasi, inspirasi untuk mengeksplorasi sumber daya, kompetensi. Sekalipun masih ada kekurangan, dan terus berinovasi,” komentar Lisya.
Senada disampaikan Dra Ni Ketut Rohani MPd, kepala SMPN 35 Surabaya. ”Sangat menarik, penuh inspirasi. Ada yang bisa saya kembangkan di sekolah. Seperti pelestarian budaya dan pengembangan wirausaha,” katanya. (Tanti Puspitorini)