PWMU.CO – Ada sebagian umat Islam yang berusaha menetapkan arah hadap shalatnya benar-benar menghadap Kabah dengan mempelajari ilmu terkait yakni ilmu falak arah kiblat. Bumi bundar, trigonometri, dan segitiga bola sebagai teori atau ilmu dasarnya. Setelah paham teori dan melakukan hitungan, selanjutnya penentuan di lapangan.
Sebagian umat Islam lainnya memandang upaya itu tidak perlu. Islam itu mudah dan tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya. Umat Islam Indonesia yang posisinya di sebelah timur Saudi Arabia cukup menghadapkan wajahnya ke arah barat ketika shalat. Orang Islam yang berpandangan seperti ini bukan hanya orang awam tetapi juga orang berpendidikan, bahkan sudah doktor.
Masalah tersebut pernah muncul dan ditanyakan oleh seorang doktor kepada Guru Besar tafsir Prof Dr Quraish Shihab di Munas Ulama al-Quran di Mataram NTB 2011. Prof Quraish Shihab menjawab dengan lugas. Ada dua tipe orang beragama termasuk dalam menghadapkan wajahnya ketika shalat. Pertama, kelompok CUKUP yang menghadapkan wajah ke barat ketika shalat. Shalatnya tetap sah.
Kedua, kelompok yang menginginkan KESEMPURNAAN yang berusaha agar wajahnya benar mengarah ke kiblat ketika shalat. Ilmu terkait pun dipelajari untuk mendapatkan kesempurnaan tersebut.
(Baca juga: 5 Pertanyaan Pak AR untuk Warga Muhammadiyah saat Mendesain Interior Rumah)
Demikian penjelasan lugas dan bisa diterima oleh peserta Munas, yang banyak di antara mereka pernah menjadi murid Prof Quraish Shihab.
Jika arah kiblat suatu masjid sudah ditentukan dan benar, kemudian ada gempa, apakah arah kiblatnya harus diperbaiki? Tidak perlu. Gempa tidak mengubah arah kiblat suatu daerah. (*)
Catatan Agus Purwanto, pakar fisika ITS Surabaya, penulis buku Ayat-Ayat Semesta, dan Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim.