PWMU.CO – Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir menyatakan tantangan terbesar dari generasi milenial adalah bagaimana menumbuhkan semangat dan peluang menjadi seorang wirausahawan sukses.
Pasalnya, sekarang ini wirausahawan dari kalangan anak muda alias milenial masih terbilang sangat minim sekali. Jumlahnya bahkan masih bisa dihitung dengan jari.
“Memang ada milenial yang jadi wirausahawan. Tapi jumlahnya masih sedikit. Kita harus akui masih banyak yang jadi pekerja dari pada wirausahawan,” katanya dalam Simposium Ekonomi bertajuk “Arah Baru Ekonomi untuk Indonesia Berkemajuan”, Sabtu (23/3/19).
Simposium diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) di Auditorium KH Ahmad Dahlan Gedung Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Jalan Menteng Jakarta Pusat.
Maka, Soetrisno melanjutkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh generasi milenial untuk bisa bersaing di era industri 4.0. Salah satunya adalah pentingnya profesionalisme. “Nah, kerja profesional itu erat kaitannya soal pendapan alias upah dan aturan atau standar operasional prosedur (SOP),” terangnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh generasi milenial adalah kedisiplinan dan perlunya menguasai bahasa asing. Generasi muda juga dituntut untuk menguasai teknologi. Meski, saat ini Indonesia ketinggalan jauh dibanding negara lain.
“Jangankan membandingkan dengan Eropa, dengan Vietnam saja yang merupakan negara ASEAN, teknologi yang ada di Indonesia masih kalah,” ungkapnya.
Soetrisno menantang kader IMM membikin lompatan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Yakni, dengan memperbanyak berdirinya industri kreatif di kalangan milenial
Ia mengajak generasi milenial Indonesia untuk membikin lompatan dengan menciptakan produk yang tak kalah bersaing dari luar negeri. Sebab, hingga kini kebutuhan industri masih banyak disuplai barang-barang industri dari luar negeri. Utamanya oleh pedagang yang berasal dari Tionghoa.
“Jangan kita hanya sebagai konsumen. Kita harus akui bahwa produk ini dan itu yang ada di mana-mana tersebut Made in China. Makanya, kita perlu perubahan dan kita punya prasyarat untuk bisa berubah karena kita berpendidikan,” ujarnya. (Aan)