PWMU.CO-Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Bancar Kabupaten Tuban mendirikan Pondok Pesantren Muhammadiyah Boarding School (PP-MBS) Al Islam ditandai dengan peletakkan batu pertama, Sabtu (23/3/2019).
Wakil Mudir MBS Al Islam Bancar Zainal Arifin menjelaskan, ini ikhtiar PCM Bancar merespon animo masyarakat yang menginginkan pendidikan akhlaqul karimah dan skill pada anak-anaknya.
Beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Ittihad Ma’hid Al Muhammadiyah (ITMAM), Zainal membicarakan gagasan pendirian MBS dengan PCM. Ternyata mendapat respon sehingga direalisasi.
”Bismillah, Bancar jangan sampai kalah dengan yang lain. Keunggulan pesantren ini bidang tahfidh dan billingual bahasa Arab dan Inggris,” tuturnya.
Ketua ITMAM Yunus Muhammadie dalam sambutannya mengatakan, tahun 2010 sewaktu ITMAM dideklarasikan dalam muktamar di Yogyakarta, data Majelis Dikdasmen PP menunjukkan Muhammadiyah memiliki 67 pesantren.
”Kebanyakan pesantren saat itu masih dalam keadaan laa yamutu wa laa yahya, tidak bermutu karena memang tidak ada biaya,” ucapnya disambut tawa para undangan.
ITMAM bersama LP2M (Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah), kata dia, mendorong Pesantren Muhammadiyah harus bangkit. ”Berdasarkan catatan saat ini pesantren Muhammadiyah sudah bertambah dari 67 menjadi 255,” tandasnya.
Ada perkembangan yang luar biasa, kata Yunus. Kalau ada orang yang mengatakan pesantren Muhammadiyah sedang booming, itu tidak berlebihan. ”Pesantren-pesantren Muhammadiyah ada yang terpaksa menolak pendaftar karena keterbatasan fasilitas. Ini bukti ada perkembangan yang luar biasa,” katanya.
Dia menuturkan, dua bulan sebelum acara ini, PCM Bancar meminta membicarakan pendirian MBS. Saat melihat keadaan sekeliling, dia sampaikan jangan setengah-setengah mendirikan pondok, karena hasilnya juga akan setengah-setengah.
”Jika ingin pondok ini maju, harus direformasi kalau perlu direvolusi. Pondoknya harus terpadu, jangan seperti kos-kosan. Harus satu manajemen. Karena pondok-pondok seperti itulah yang akan berkembang dan maju,” tegasnya.
Kurikulum, dia meminta tidak dikotomi antara pelajaran umum dan pelajaran khas pesantren. Harus diintegrasikan menjadi satu paket. Tidak boleh pagi untuk pelajaran formal dan sore untuk pelajaran diniyah. ”Itu sama dengan menganaktirikan materi pesantren. Jika pesantren ini ingin maju, maka materi khas pesantren jangan ditempatkan di sisa-sisa waktu,” ujarnya. (Iwan Abdul Gani)