PWMU.CO – Jiwa Pandu HW benar-benar mendarah daging pada diri Maharti Rahayu Ningtyas. Meski sakit,
Bendahara Kwartir Wilayah (Kwarwil) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Jawa Timur itu masih menyempatkan diri memberi materi dalam Pendidikan dan Latihan (Diklat) Dewan Sughli Wilayah (DSW), yang berlangsung di Kantor Lembaga Pengembangan Ekonomi (LPW) Jalan Jemursari Selatan IV No. 16 Surabaya, Sabtu (29-31/3/19).
Bunda Mahar—sapaan akrabnya—yang juga menjabat Sekretaris Bidang Pembinan dan Pengembangan Organisasi (PPO) Kwartir Pusat (Kwarpus) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan itu ingin tetap membakar semangat peserta Diklat DSW yag diikuti 25 Pandu HW Penghela dan Pandu HW Penuntun dari Blitar, Situbondo, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Surabaya, Lamongan, Batu, Malang, dn Ponorogo.
“Ini sebagai tanggung jawab saya sebagai Pimpinan Kwarwil. Waktu saya yang lebih luang dari ramanda-ramanda lainnya. Hingga saya di sini bersedia mendampingi semua peserta meski dalam kondisi yang sakit. Tapi alhamdulilah, di sini saya malah merasa lebih baik,” ujarnya Sabtu (30/3/19).
Menyampaikan materi Syarat Kenaikan Tingkat (SKT) dan Syarat Kecakapan Pandu (SKP) Bbunda Mahar menjelaskan SKT adalah syarat minimal yang harus dimiliki anggota didik untuk mendapatkan Tanda Kenaikan Tingkat (TKT) dengan melewati ujian dengan sistem kepanduan,” ujarnya sambil memberi contoh kenaikan tingkat Athfal Melati 1 ke Athfal Melati 2 atau dari tingkat Pengenal ke tingkat Penghela.
Sedangkan SKP adalah syarat minimal yang harus dimiliki anggota didik untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Pandu (TKP) dengan melewati ujian dengan sistem kepanduan. “Contohnya kemampuan menjahit maka akan mendapat ahli menjahit berupa badge yang dipasang di lengan kiri,” terangnya.
SKP dan SKT, sambungnya, untuk menyalurkan keinginan anggota didik sesuai dengan bakat dan minat, ke arah yang positif dan bermanfaat. “Oleh karena itu, tanda-tanda yang dikenakan dalam HW harus berfungsi sebagai alat pendidikan, bukan sebagai hiasan belaka,” tambahnya.
Bunda Mahar menegaskan, “Dalam SKT dan SKP ada unsur inisiatif dan unsur kemandirian, sekaligus menanamkan kesadaran yang bernilai tinggi. Menurut dia, kecakapan itu datang dari anak didik sendiri dan pemimpin harus memberi dorongan atau memotivasi.
Oleh karena itu, sambungnya, seorang pandu harus memiliki pengetahuan yang upgrade dan update serta mampu mengenali dan menggali potensi diri. “Teruslah berjuang, jangan menyerah, keep fighting , mengalir dan bersyukur,” pesan wanita yang selalu mengenakan seragam HW saat mengikuti kegiatan di lingkungan Muhammadiyah. (Anggun Nourma Indah/MHR)