PWMU.CO – Direktur Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya (PUSAD UMSurabaya) Satria Unggul WP mengatakan potensi terjadinya konflik dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 cukup tinggi.
Satria menyebutkan hasil survei yang dilakukan PUSAD UMSurabaya pada 5-20 Maret 2019 menunjukan 10 persen masyarakat Jatim pernah berkonflik pada kontestasi Pilpres 2019.
“Kami melihat ada gesekan atau konflik terjadi di masyarakat. Pemicu konflik terbesar adalah pendukung lain menghina calon yang dipilih, calon yang tidak saya dukung bersaing ketat dengan calon yang saya dukung, dan pendukung lain mencabut alat peraga calon yang saya pilih,” kata Satria dalam diskusi di Co-Millenial Space Gedung A Lantai 4 UMSurabaya, Senin (8/4/19).
Diskusi tersebut mengangkat tema “Mengurai Praktik Kotor dalam Pemilu 2019: Riset tentang Diksi Provokatif, Pola Politik Uang dan Netralitas Penyelenggara”.
Satria memaparkan, potensi konflik yang terjadi pada Pilpres tahun ini tidak hanya secara fisik. Tapi juga potensi konflik lisan dan kata-kata provokatif di media sosial (medsos).
“Terdapat tiga diksi paling provokatif yang berseliweran di media sosial maupun media online. Kata paling provokatif adalah people power, gerakan putihkan TPS, dan lebaran di TPS,” paparnya.
Menurut dia, jika ini kata-kata provokatif dibiarkan terus menerus berkembang dan liar, maka dikhawatirkan tempat pemungutan suara (TPS) bisa jadi medan konflik.
“Jangan sampai TPS dijadikan medan konflik atau pertarungan antar pendukung calon presiden (capres)-calon eakil presiden (cawapres) karena itu bisa berimplikasi pada stabilitas penyelenggaraan Pilpres 2019,” ungkapnya. (Aan)