PWMU.CO -Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, kekerasan terhadap anak harus diberantas. Tapi sebagai pendidik harus menyelesaikannya sesuai dengan kaidah pendidikan. Yaitu membina dan mendidik para siswa.
Hal itu disampaikan Menteri Muhadjir ketika berkunjung ke Pontianak, Kamis (11/4/2019). Pernyataan itu menanggapi kasus perundungan (bully) siswi SMP di Kota Pontianak berinisial A yang dilakukan tiga pelajar SMA.
Kasus ini viral di medsos. Bahkan ada warganet membuat petisi dukungan agar polisi menyelesaikan perkara ini dengan adil. Dikabarkan 3,7 juta masyarakat sudah menandatangani petisi tersebut.
Menteri Muhadjir meminta polisi fokus menyelesaikan perkara itu. Tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Tapi juga mempertimbangkan kondisi psikologis anak, baik korban maupun pelaku. Dianjurkan para guru melakukan pendampingan.
Dia mengingatkan, literasi digital di kalangan siswa, sekolah, dan guru sangat perlu ditingkatkan. Sebab tampil di media sosial itu memberikan dampak negatif bagi anak. Ini berlangsung sampai seumur hidup.
”Ubah bagaimana trauma ini bisa diupayakan sebagai pengalaman positif. Tidak boleh ada yang melanggar undang-undang,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Sementara Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, perlindungan terhadap pelaku dan korban perlu dilakukan saat menyelesaikan kasus perundungan di kalangan siswa.
”Memviralkan pelaku dan korban perundungan tidak diperbolehkan. sebab termasuk ke dalam bentuk pelanggaran hukum. “Sebagai pelaku maupun korban tidak memviralkan dalam sosial media. Itu tidak boleh diviralkan karena termasuk dalam pelanggaran dalam hukum,” ujarnya.
Senada disampaikan Alik R. Rosyad, perwakilan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat. Dia mengatakan, pemviralan kasus perundungan, khususnya kasus siswi SMP berinisial A, memberikan dampak psikologis signifikan kepada para siswa. Pelaku maupun korban.
”Disebutkan ada 12 anak yang terlibat. Padahal hanya tiga anak sebagai pelaku. Lainnya tidak terlibat sama sekali. Bahkan ada anak yang tidak berada di tempat kejadian perkara,” jelasnya. Akibatnya, lanjut Alik, mereka mendapatkan ancaman terkait kasus ini.
Di tempat terpisah Kepala Polisi Resor Kota Pontianak Komisaris Besar M. Anwar Nasir menjelaskan, berdasarkan hasil visum ada tindak kekerasan terhadap siswi berinisial A berupa pemukulan.
”Penganiayaan memang terjadi. Ada pemukulan, tapi tidak ditemukan tindak kekerasan pada kemaluan korban,” ujarnya. Tiga anak yang telah ditetapkan jadi tersangka akan diperlakukan menurut UU Perlindungan Anak. (KKG)