PWMU.CO-Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud menyelenggarakan sosialisasi dan tes Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) selama sepekan, Jumat-Rabu (10-15/5/2019). Acara ini diikuti 500 guru dan kepala sekolah di DKI Jakarta.
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud Dadang Sunendar menjelaskan, data capaian nilai kemahiran memang sudah memenuhi target bagi guru bukan pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Berdasarkan data Kemendikbud, kata dia, sebanyak 19.229 guru telah menempuh UKBI sejak tahun 2016. Dari hasil uji kemahiran itu menunjukkan baru enam orang guru memperoleh predikat istimewa. Selebihnya, 24 persen guru berpredikat unggul dan sangat unggul. Sebagian besar memperoleh predikat madya.
“Data tadi menunjukkan tingkat kemampuan bahasa Indonesia bagi guru bukan pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia adalah madya. Memang ini sudah sesuai dengan capaian yang kita harapkan,” ujar Dadang saat membuka Sosialisasi dan Tes UKBI di Kantor Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan di Rawamangun, Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Terkait hasil capaian nilai UKBI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan, perolehan nilai unggul sudah mencukupi bagi guru bukan pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia.
Dia mengimbau agar setiap guru memiliki standar minimum madya untuk sertifikat UKBI sehingga dapat mencegah tertularnya minim kompetensi berbahasa Indonesia bagi siswa. ”Akibatnya, kemampuan berbahasa Indonesia peserta didiknya kacau seperti gurunya,” tuturnya.
Cakupan penilaian UKBI meliputi tiga jenis keterampilan. Yaitu keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan membaca dan mendengarkan, pengetahuan dan pemahaman peserta uji dalam penerapan kaidah Bahasa Indonesia, dan keterampilan produktif peserta uji dalam kegiatan menulis dan berbicara dalam menggunakan bahasa Indonesia secara lisan.
Para peserta yang mengikuti tes UKBI mendapatkan sertifikat UKBI dengan hasil peringkat dan nilai yang diperoleh dengan masa berlaku selama dua tahun. Hasil pemeringkatan UKBI meliputi Istimewa (725-800), Sangat Unggul (641-724), Unggul (578-640), Madya (482-577), Semenjana (405-481), Marginal (326-404), dan Terbatas (251-325).
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) merupakan tes kemahiran berbahasa Indonesia standar secara lisan, dan tulis untuk mengukur kemahiran berbahasa, baik penutur jati, maupun penutur asing.
Alat uji ini telah mendapatkan pengakuan yaitu berupa hak cipta dari Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2003. UKBI kemudian dikukuhkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan dan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
Sebagai peraturan operasional dari PP tersebut kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia, dan Permendikbud Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan. Tes UKBI juga sudah menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2016.
Dadang Sunendar mengatakan, kemahiran berbahasa Indonesia para guru perlu ditingkatkan karena kemampuan tersebut sangat berpengaruh pada pemahaman siswa terhadap materi pelajaran di kelas.
”Kecakapan berbahasa Indonesia yang kurang memadai akan mengurangi tingkat pemahaman peserta didik terhadap pelajaran,” ujarnya. Sehingga, lanjutnya, sosialisasi bertujuan untuk mencapai target kemampuan bahasa Indonesia yang lebih tinggi lagi.
Dia berharap peringkat yang dicapai minimal madya atau unggul. Mudah-mudahan dapat lebih tinggi lagi yaitu sangat unggul hingga istimewa. UKBI juga penting bagi pengembangan karier guru sebagai tenaga pendidik.
Tes UKBI menggunakan buku seri pelatihan yang terdiri atas soal menyimak, merespons kaidah, dan membaca. Juga ada uji keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. ”Kelima materi tersebut diejawantahkan ke dalam lima sesi pengujian, yaitu Sesi I Mendengarkan, Sesi II Merespons Kaidah, Sesi III Membaca, Sesi IV Menulis, dan Sesi V Berbicara,” ujar Dadang.
Kasi Pendidik Dinas Pendidikan DKI Jakarta Amin Fatkitur menambahkan, penguatan kompetensi bahasa Indonesia menjadi fokus perhatian Pemda DKI Jakarta. Langkah ini ditempuh dengan memasukkan materi kompetensi bahasa Indonesia ke dalam pelatihan kompetensi bagi guru. ”DKI Jakarta memiliki lima pusat pelatihan guru, dan satu pusat pelatihan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kemampuan berbahasa merupakan bagian dari seperangkat kompetensi yang harus dilatih kepada guru,” ujar Amin.
Mekanisme pelatihan, menurut Amin, berpedoman kepada pemetaan dari hasil uji kemahiran sehingga relevan dengan materi dan wilayah sasaran. ”Pemilihan guru sebagai peserta pelatihan melalui pemetaan dari hasil uji kompetensi agar sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Selanjutnya, guru yang telah mendapatkan pelatihan dapat saling berbagi dengan sesama guru yang belum kompeten. ”Di Provinsi DKI Jakarta, terdapat empat kategori pemetaan. Jadi, guru yang dilatih itu terbagi ke dalam kelompok-kelompok, untuk dapat saling berbagi kepada guru yang masih belum kompeten,” ujarnya. Ke depan, Amin mengharapkan, pelatihan dapat mencakup seluruh guru di wilayah DKI Jakarta.
Sementara Menteri Muhadjir juga menyinggung penyiapan kemampuan berbahasa asing bagi guru menjadi target jangka panjang. Ini mendukung penyiapan sumber daya manusia untuk bersaing di lingkup global. ”Guru Bahasa Indonesia harus menguasai bahasa asing lain, seperti bahasa Inggris dengan standar TOEFL,” ujarnya.
Kemampuan bahasa asing ini dapat dimulai dengan mengadopsi pelajaran dwi bahasa atau bilingual bagi siswa SMA dan SMK. Pelajaran dwi bahasa, dicontohkan Menteri Muhadjir, dapat menyesuaikan dengan bahasa asing berdasarkan kerja sama negara tertentu dengan sekolah.
”SMK yang sudah memiliki kerja sama dengan negara asing lain, dia harus disiapkan untuk bisa berbahasa asing tersebut. Misalkan, terdapat SMK yang bekerja sama dengan negara tertentu, maka diharapkan bahasa pengantar kegiatan belajar mengajar pun menggunakan bahasa negara tersebut,” jelasnya.
Kemampuan bahasa daerah dan kemahiran bahasa Indonesia bagi guru juga memiliki tantangan tersendiri. Perbedaan bentuk tata bahasa menyumbangkan kesulitan guru untuk memiliki konstruksi tata bahasa sesuai dengan standar bahasa Indonesia yang baku. Kondisi ini turut menjadi pembahasan pada kegiatan sosialisasi UKBI tersebut.
Menteri Muhadjir menjelaskan, perlu melatih para guru di wilayah yang memiliki konstruksi bahasa daerah yang berpengaruh kepada konstruksi bahasa Indonesia. Hal ini untuk mencegah ketidakteraturan konstruksi bahasa Indonesia. ”Kalau bahasa Indonesia tidak diluruskan betul implementasi sehari-hari, apalagi kondisinya sedang bertumbuh, maka efeknya akan kacau ke depan.”
Rencananya, Kemendikbud berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memperbaiki kemampuan bahasa Indonesia bagi guru dengan konstruksi bahasa daerah yang berbeda dengan bahasa Indonesia. ”Sedang kita pertimbangkan apa yang dilakukan Pemda DKI bisa dilakukan kepada wilayah lain terutama di wilayah-wilayah yang memiliki bahasa lokal yang secara konstruksi berbeda dengan bahasa Indonesia,” ujarnya. (bklm)