PWMU.CO-Bicara Alquran dan Psikologi Kebahagiaan bagi Drs M Jamaluddin Ahmad merupakan judul pertama yang agak susah membahasnya. Sebab ukuran bahagia masing-masing orang berbeda.
Hal itu dia sampaikan ketika mengisi Pengajian Ramadhan V 1440 H yang diselenggerakan tim Al Islam Sinergi Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB berlangsung di Cordoba Convention Hall SMAM 10 GKB, Sabtu (11/05/19).
Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LPCR PP) itu mengatakan, bahagia itu umumnya mencari kenyamanan. Ada situasi orang meninggalkan kenyamanan, jabatan, justru untuk mencari bahagia. Takut kelalaian akibat kenyamanan.
Dia mencontohkan dirinya sendiri. Pada saat usia 37 tahun mengajukan pensiun dini dari perwira menengah polisi dan perwira ahli psikologi.
Menurutnya, dengan mengundurkan diri dari keperwiraan, Allah telah menyelamatkan dirinya dan mengembalikannya ke jalan yang benar. ”Karena dengan begitu saya merasakan kebahagiaan ber-Muhammadiyah. Merasakan bahagianya berjamaah,” tuturnya.
Jamal memberikan contoh lain. Muhammad Romahurmuziy, mantan ketua umum PPP. ”Kurang apa coba, dia tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga religius, bersekolah di sekolah unggulan, selalu menjadi siswa teladan, juga beberapa kali menjabat sebagai ketua OSIS semasa sekolah, akhirnya jatuh karena persoalan politik,” katanya.
Maka dari itu kebahagiaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang baik yaitu dimulai dari lingkungan keluarga, dan bagi suami. ”Carilah istri yang tidak hanya cantik tapi juga qurrota a’yun. Contoh yang selalu menyebut nama suami dalam setiap doa-doanya, maka hidupmu akan bahagia,” ungkap Jamal.
Jamal yang mempunyai motto hidup masuk surga rame-rame menyebutkan, bahagianya orang sakit adalah kesehatan. Bahagianya orang bodoh adalah kepintaran. Maka berbahagialah kita yang diberi kesehatan dan kesempatan belajar serta bersyarikat di Muhammadiyah.
Menghubungkan kebahagiaan dengan Alquran, kata dia, orang-orang yang bahagia adalah orang yang bertakwa. Yakni percaya dengan yang ghaib, menegakkan shalat, berinfak, menyakini Alquran sebagai kitab samawi, negeri akhirat, yang mau bersyarikat untuk mengajak pada kebahagiaan, menyuruh pada kemakrufan, dan mencegah kemungkaran.
Sedangkan bahagia menurut Ibnu Abbas, sambung dia, adalah qolbun syakirun. Hati yang selalu bersyukur. Al azwaju sholihah. Pasangan hidup yang saleh. Al auladu abror. Anak yang baik. Al biatu sholihah (lingkungan yang kondusif untuk iman), Al maalul halal (harta yang halal), tafaqquh fiddin (semangat untuk memahami agama), dan umur yang barokah
Menurut dia, cara meraih kebahagiaan dunia akhirat itu harus yakin bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan seperti dalam surat Al Insyiroh. Bersyukur, ridho dan tawakkal atas segala musibah, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan, menjauhi buruk sangka, menjauhi kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau tertimpa sesuatu, mempunyai keinginan yang bersifat duniawi.
“Doa sapu jagat Rabbana atiina fidunya hasanah wa fil akhiirati hasanah itu merupakan kebahagiaan,” tandasnya. (Hamida)