PWMU.CO – Senin (6/5/19) siang, terik matahari begitu menyengat. Suhu udara mencapi 35°C. Sebuah truk pengangkut pupuk urea berhenti di toko pertanian Surya Agro yang berada di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo.
Muhammad Yasin (25) dan tiga rekannya: Nahri, Nadi, dan Sahnul, bersiap untuk menurunkan pupuk pesanan toko itu. Setelah bak truk bagian belakang dibuka, satu persatu pupuk diturunkan oleh empat kuli panggul itu. Kemudian ditata rapi di gudang toko.
“Kadinapa neka, napa apasa kakabbih (bagaimana ini, apa puasa semua),” sapa Sugiran, si pemilik toko. Maklum hari itubertepatan dengan awal Ramadhan.
“Enggi Pak (iya Pak),” jawab Yasin dan kawan-kawannya kompak.
“Oke kalau begitu. Airnya tidak jadi dikeluarkan,” ujar Sugiran.
Tidak sampai setengah jam, mereka berempat telah menyelesaikan tugas menurunkan pupuk sebanyak tiga ton. “Sehari rata-rata kami menurunkan pupuk 50-75 ton,” ujar Yasin.
Menjalankan puasa Ramadhan mungkin tidak terlalu berat bagi sebagian besar umat Islam. Tapi berbeda dengan yang dirasakan oleh para kuli angkut yang tetap bekerja berat sekaligus berpuasa
Meski berat, Yasin dan kawan-kawannya pantang untuk meninggalkan puasa. “Memang berat dan capek Pak, tapi kami berusaha sekuat tenaga karena ini kewajiban orang Islam,” ungkap pria yang tinggal di Kecamatan Kendit Situbondo dengan senyum ramah.
Saat tidak ada pekerjaan menurunkan pupuk, Yasin biasanya menjadi kuli panggul untuk menurunkan garam di Pelabuhan Panarukan. “Kalau satu sak pupuk kan hanya 50 kg Pak, tapi satu sak garam bisa 70-100 kg. Itu lebih berat lagi kalau pas puasa begini,” katanya sambil tertawa.
Menurut Yasin, yang terasa paling berat hanya lima hari pertama. “Sesudah itu enak Pak, karena sudah terbiasa,” katanya.
Sejurus kemudian, Yasin meminta izin untuk numpang ke kamar mandi. “Mau mandi dulu Pak, biar segar lagi,” ujarnya sambil berlalu meninggalkan si pemilik toko. (SSP)
Discussion about this post