PWMU.CO – Menjadi guru sebaiknya tidak terpaku pada buku saja. Penting juga menyertakan pikiran-pikiran besar dan tajam. Pesan tersebut disampaikan Dr M Saad Ibrahim MA, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur periode 2015-2020 saat menyampaikan materi Tazkiyatun Nufus ‘Jalan Menuju Kebahagiaan’, Jumat (31/5/19).
Pembinaan guru bertajuk “Strengthening Teacher’s Personality to Improve Learning Quality in 4.0 Era” ini diikuti 91 guru dan karyawan di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM), Jalan Amuntai 01 GKB Gresik. Mereka berasal dari lima lembaga pendidikan di Kecamatan Manyar, yaitu Play Group Tunas Aisyiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI), TK Aisyiyah 36 PPI, SDMM, MI Muhammadiyah 1 Gumeno, dan MI Muhammadiyah 2 Karangrejo.
Saad menyampaikan pesan tersebut melalui kisah Muhammad Abduh, seorang Muslim yang menulis tafsir Al Manar bersama muridnya, Rasyid Ridha. “Beliau itu dulu kuliah di Al Azhar. Lalu ketika kuliah, dia dapatkan seorang dosen yang mengajar dengan membawa kitab,” ujarnya bercerita.
Dosen tersebut, lanjutnya, menerangkan isi kitab, tetapi lama kelamaan dosen itu hilang, yang tinggal ialah kitabnya. Tidak ada pikiran-pikiran yang keluar dari dosen itu. “Kalau seperti ini, saya gak perlu datang. Saya bisa baca sendiri kitab ini di rumah,” ujar Saad menirukan perkataan Abduh.
Tetapi kemudian, Saad melanjutkan, berbeda kondisinya ketika Jamaludin Al Afghani yang mengajar. Ia suka memulai dengan membawa kitab itu. Tapi lama-lama kitabnya yang hilang, karena pikiran-pikiran besar Jamaludin Al Afghani melampaui apa yang tertulis dalam kitab tersebut. “Nah, kalau yang seperti ini saya harus datang,” ujar Abduh seperti ditirukan Saad.
Saad mengatakan, semangat Jamaludin Al Afghani penuh dinamika atau dalam bahasa David McClelland itu Virus n-Ach. “Need for achievement-nya (kebutuhan berprestasi) itu besar sekali. Pikiran-pikirannya tajam,” tegasnya.
Apa maknanya? Menurut Saad, kita tidak bisa sembunyi pada kitab. “Akan ketahuan,” kata dia. Bentuk kitab dalam konteks pada masa Abduh, kata Saad, bisa saja dalam bentuk slide di zaman sekarang ini. “Dalam bentuk power point. Boleh jadi kita menyembunyikan diri di situ. Menegasikan diri kita,” jelasnya.
Saad pun mengakui dirinya juga memakai slide power point, namun sekadarnya saja. “Saya hanya ingin sampaikan pesan ke mahasiswa bahwa saya juga bisa. Bagian dari pamer,” ungkapnya disambut tawa peserta pembinaan.
Bagi Saad, ia harus merasa tersinggung jika membuat slide, sebab mahasiswanya pasti banyak melihat slide-nya, tidak melihatnya. “Saya hilang. Lagi pula ngajar itu tidak harus paham semua. Jadi, ini nanti tidak perlulah ada tanya jawab, nanti malah makin jelas semuanya,” ujarnya bercanda disusul tepuk tangan peserta. (Vita)