PWMU.CO – Jika pemerintah, presiden, pejabat, dan rakyat saling jujur maka negeri ini akan makmur, sejahtera, dan penuh berkah. Baldatun thayyibatun warabbun ghafur.
Pernyataan itu disampaikan Drs H Kemas Adil Mastjik MM dalam khutbah Idul Fitri di Lapangan Fasum Wisma Sidojangkung Indah, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Rabu (5/6/19).
Wakil Ketua Bidang Organisasi Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Timur itu mengupas pentingan sikap jujur sebagai hasil pelatihan puasa Ramadhan. “Bulan Ramadhan kemarin sudah meninggalkan kita. Di satu sisi Allah SWT telah melaparkan, telah mengontrol, dan mengistirahatkan jasmani kita. Tetapi di sisi lain Allah SWT telah mengenyangkan, menguatkan, dan membahagiakan ruh kita,” terangnya.
Menurut pria asal Palembang itu, dengan modal ruhani selama Ramadhan, umat Islam akan memasuki babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Mudah-mudahan jamaah sekalian bulan Ramadhan yang telah kita lewati ini kita telah berhasil melaksanakan amalan-amalan yang dituntunkan di bulan Ramadhan: shalat Tarawih, witir, iktikaf, membaca Alquran, berinfak dan bershadaqah dengan baik sebagaimana yang dituntunkan Rasul sehingga kita mendapat derajat muttaqin yang diharapkan rang yang berpuasa,” urainya.
Selain kita mendapat derajat muttaqin, sambungnya, semoga kita juga dapat memetik hikmah Ramadhan. “Rasul bersabda, orang-orang yang bertransaksi jual beli, berhak memilih selama belum berpisah. Maka jika keduanya jujur dan terbuka, keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam melaksanakan jual beli. Tetapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya itu akan hilang,” ujarnya mengutip hadist riwayat Muslim.
Kemas mengatakan, berlaku jujur sangat bermakna di masa seperti sekarang ini. “(Sebab ini adalah) masa yang penuh kebohongan dan kepalsuan,” ucapnya. Selain hadits di atas, mantan Kepala SMA Mujahidin Jalan Perak Barat Surabaya itu menyampaikan dua peristiwa di masa Rasulullah yang berkaitan dengan kejujuran.
“Pertama, Rasul yang bergelar Al-Amin yang terkenal kejujurannya. Ini menarik perhatian dari calon istrinya Siti Khadijah, untuk melibatkan dalam bisnisnya lantaran kejujurannya. Karena menurut Khadijah orang-orang yang jujur dalam berbisnis biasanya akan menambah berkah dan kebaikan,” jelasnya.
Dia lalu menjelaskan bagaimana cara Rasulullah SAW mempraktikkan kejujuran dalam berdagang, misalnya menjelaskan kualitas barang apa adanya. “Contoh jika memang barang tersebut original maka Rasul akan menjelaskan bahwa barang itu original, sehingga para pembeli tidak merasa rugi dengan barang yang akan dibeli,” kata dia.
“Peristiwa kedua, diriwayatkan bahwa Rasul didatangi pezina yang ingin ber-taubatan nasuha, maka Rasul menerimanya tetapi dengan satu syarat, agar orang tersebut berlaku jujur dan tidak bohong,” kata Kemas.
Menurutnya, syarat ini kelihatannya ringan untuk sebuah pertaubatan besar, akan tetapi penerapannya dalam segala aspek kehidupan sangatlah berat. “Kita tidak bisa melakukan sesuatu apabila sesuatu mengandung unsur kebohongan. Dan ternyata syarat jujur itu sangat ampuh untuk menghentikan perbuatan tersebut,” terangnya.
Kemas melanjutkan, “Si pezina itu mengatakan jika ia zina secara sembunyi-sembunyi. Lalu bagaimana dia akan menjawab apabila Rasul menanyai dia apakah masih melakukan zina atau tidak? Maka untuk menghindari berbohong kepada Nabi si pezina tadi mengkahiri perilakunya yang dusta itu. Dan kemudian dia benar-benar bertaubat dengan penuh penghayatan.”
Mubaligh yang tinggal di Waru Sidorajo itu menegaskan, dari dua riwayat itu dapat ditarik kesimpulan, kejujuran dapat membersihkan perilaku menyimpang. “Apakah itu korupsi, kolusi, penipuan, manipulasi, dan sebagainya,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam konteks ini bulan Ramadhan menjadi momen penting untuk mengasah kejujuran perkataan dan tindakan lantaran puasa itu menjadi ibadah yang sangat istemewa. “Puasa itu bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan rasa kejujuran. Orang puasa dilatih untuk menyadari kehadirian Tuhan. Ia dilatih bahwa segala aktivitas diketahui oleh Allah SWT. Apabila kesadaran ketuhanan telah menjelma melalui training dan pendidikan selama Ramadhan maka akan membangun kejujuran,” terang dia.
Mengutip sebuah ungkapan yang populer sekarang, “mencari orang pinter itu sangat mudah namun mencari orang jujur itu sangat sulit”, Kemas mengatakan hal itu merupakan indikasi bahwa kejujuran itu merupakan barang yang langka.
“Bangsa ini tidak bisa terselesaikan masalahnya apabila kujujuran masih sulit diterapkan,” ujarnya sambil mengutip satu kalimat dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya. “Kita diingatkan bahwasannya ‘bangunlah jiwanya bangunlah badannya’. Lirik itu diciptakan dengan kesadaran bahwasannya haruslah kita terlebih dahulu membangun jiwanya kemudian membangun badannya. membangun jiwanya itu dapat ditafsirkan membangun moralnya, sedangkan membangun badan dapat ditafsirkan sebagai membangun keahlian dan fisik,” urainya.
Jika tafsiran itu benar, lanjutnya, maka WR Supratman itu menyadari dan memberikan pesan bahwa membangun moral itu harus dikedepankan dalam membangun bangsa.
Kemas menjelaskan, hal itu sejalan dengan sabda Rasululullah dalam hadits riwayat Bukhari, “Sesungguhnya pada diri manusia itu ada potensi. Apabila potensi itu baik maka baiklah jasadnya, dan apabila potensi itu buruk maka rusaklah jasadnya. Itulah hati.”
Imam Al Ghazali, sambungnya, menganalogikan hati itu raja, pikiran itu menteri, dan tangan itu tentara. Tetapi yang menentukan apa yang dikerjakan ialah raja Dialah hati yang menentukan, sedangkan akal dan pikiran itu memikirkan bagaimana pekerjaan itu efektif dan efisian yaitu tugas perdana menteri, dan pekerjaan itu dikerjakan oleh tentara atau pengawal.
“Orang bijak berkata, yang memberi peringatan itu hati nurani kita, sedangkan yang memberikan dalih pembenaran itulah akal dan pikiran kita. Maka kendali antara hati dan pikiran itulah arah ke mana langkah itu akan diayunkan, jika hati nurani itu menang maka tidak akan ada kejahatan. Apabila dalih pembenaran itu menang, maka kejahatan akan terjadi. Maka kejujuran itu tidak selalu paralel dengan kepandaian manusia,” papar dia.
Kemas berharap puasa sebulan penuh dapat mengubah perilaku buruk kepada yang baik. Bukan seperti yang disinyalir dalam sabda Rasululullah SAW, “Berapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga.”
Karena itu Kemas mengajak umat Islam untuk membangun sikap jujur, baik dalam berkeluarga, berdagang, atau bernegara. Itu yang akan mengundang keberkahan. (Aqil/MN)