PWMU.CO – Keberhasilan puasa dapat diukur setalah bulan puasa berlalu. Hal itu di ungkapkan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Dr dr Sukadiono dalam khutbah Idul Fitri yang diselengarakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Burneh di Halaman Parkir Pasar Baru Langkap Bangkalan, Rabu (05/6/19).
“Bisakah kita tetap mempertahankan kedemarwanan kita setalah bulan puasa?. Bisakah kita tetap mempertahankan shalat malam kita di bulan puasa?” tanyanya.
Dokter Suko—sapaannya—mengatakan shalat malam dan karakter kedermawanan tidak terbatas di bulan Ramadhan. Bahkan, seseorang dikatakan tidak beriman ketika dia tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangga kanan-kiri kelaparan (kesusahan). “Ini ujian Allah pada kita, menolong saudara yang kesusahan,” tambahnya.
Dia melanjutkan, hakikat puasa yang sesungguhnya adalah untuk meningkatkan ketakwaan. “Sesuai dengan surah Albaqarah Ayat 183, laalakum tattakun,” ucapnya..
Ciri-ciri orang bertakwa ada empat yang dibagi menjadi dua aspek keshalehan. Yakni Keshalehan sosial yang mengandung empat unsur dan keshalehan spiritual. “Keshalehan sosial yakni hubungan manusia dengan manusia. Dalam kesalehan ini adalah peduli dengan tetangga kanan-kiri yang kekurangan,” kata dia.
Ciri lainnya, sambungnya, bisa menahan nafsu amarah. “Orang bertakwa juga adalah pemaaf. Nah pemaaf itu, ada tiga level. Level satu ia memaafkan tapi tidak bisa melupakan kesalahan yang telah dilakukan,” jelasnya.
Level dua, memaafkan dan bisa melupakan kesalahan yang diperbuat. “Dan level tiga, ialah yang paling tinggi dan berat yakni memaafkan sekaligus melupakan kesalahan ditambah berbuat kebaikan pada yang melakukan kesalahan,” terangnya.
Sedangkan keshalehan spiritual adalah hubungan manusia dengan Allah. “Ketika orang bertakwa bersalah yang dilakukan adalah mengingat Allah. Setelah itu, ia berjanji tidak akan mengulangi,” tutupnya. (Bustomi)