PWMU.CO – Puluhan mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengunjungi Gedung Muhammadiyah Jawa Timur, di Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Sabtu (15/6/19). Mereka datang untuk studi tentang peran lembaga fatwa Muhammadiyah, yang dalam hal ini adalah Majelis Tarjih dan Tajdid.
Kehadiran puluhan mahasiswa itu disambut hangat oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Syamsuddin MA dan Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Abdul Haris.
Ustad Syamsuddin menerangkan, Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki tugas utama membahas tentang persoalan fikih. Salah satunya melalui Musyawarah Nasional (Munas) Ulama Tarjih Muhammadiyah. Munas itu diikuti oleh ulama tarjih Muhammadiyah se-Indonesia.
“Kalau persoalan fikih itu sudah masuk agenda Munas Ulama Tarjih dan telah ada putusan, maka persoalan itu sudah selesai. Semua warga Persyarikatan harus tunduk,” paparnya.
Ustad Syamsuddin menambahkan, di luar hasil Munas Ulama Tarjih juga terdapat fatwa yang itu disesuaikan dengan permohonan yang masuk masyarakat.
“Nah, fatwa ini sifatnya tidak mengikat. Hanya semacam anjuran atau dorongan saja,” paparnya.
Dosen UINSA Surabaya itu lalu menjelaskan prinsip dari putusan Tarjih. Pertama adalah toleran. “Putusan Tarjih tidak menganggap dirinya paling benar sementara yang lain tidak benar. Sebab putusan ulama Tarjih tidak dalam kapasitas untuk menghakimi pendapat atau kelompok lain yang tidak digunakan,” jelasnya.
Dia melanjutkan, putusan Tarjih ini sifatnya internal dan sifatnya tidak melakukan perlawanan. “Jadi kalau ada ulama yang suka mengkafirkan itu berarti bukan ulama Muhammadiyah,” tegasnya.
Kemudian, lanjut dia, prinsip putusan Tarjih kedua adalah sifatnya terbuka. “Segala yang diputusankan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dapat ditinjau ulang jika dikemudian hari ditemukan dalil yang lebih kuat. Agama itu dasarnya adalah dalil,” tadasnya. (Aan)