PWMU.CO-Orang-orang di Terminal Rajekwesi Bojonegoro biasa memanggilnya Rudi Pulpen. Dia biasa terlihat di atas bus Bojonegoro-Babat menjajakan pulpen ke penumpang di pagi hari. Dia mengasong di bus antara pukul 05.00-09.00.
Selepas itu dia pulang menjalankan tugas sebagai amil Lazismu Bojonegoro. Di luar tugas itu dia juga aktif di Pemuda Muhammadiyah Cabang Mantingan.
”Saya mempunyai penghasilan sekitar Rp 100 ribu per hari. Tapi saya berbahagia karena bisa menolong umat melalui Lazismu,” ceritanya ketika ditemui Kamis (11/7/2019).
Di Lazismu Bojonegoro kini dia menjadi Manager Fundraising. Dia mempunyai cita-cita agar Lazismu bisa besar. Karena dengan besarnya Lazismu akan banyak membantu masyarakat miskin.
Dia bercerita, menjadi pedagang asongan di atas bus sejak tahun 1999 dengan rute Ngawi-Sragen. ”Awalnya saya asongan kotak infak ke penumpang bus. Kotak infak milik panitia pembangunan Masjid Desa di Mantingan Ngawi,” kenang pria bernama asli Rudi Suparno.
Usai naik turun bus, setiap sore kotak infak disetorkan ke panitia untuk dibuka kuncinya. Panitia memberi upah sekitar Rp 30 ribu. Setelah pembangunan masjid selesai, Rudi tampaknya ketagihan menjadi pedagang asongan di bus jalur itu. Apalagi susah mencari kerja.
Upah dari mengedarkan kotak infak dijadikannya modal membeli permen dan pulpen. Dua barang inilah yang dia tawarkan ke penumpang bus rute Ngawi –Sragen. ”Pada saat itu sehari bisa untung bersih Rp 50 ribu,” tuturnya. Selain bus jurusan ke Barat, dia juga menjajakan di jurusan Bojonegoro-Babat.
Dia mengatakan, pedagang asongan banyak sukanya dari pada dukanya. ”Dukanya hanya bertemu kru bus yang kurang bersahabat. Sukanya banyak bertemu orang, bisa silaturahim, dapat uang dan bisa lihat artis cantik walau hanya di TV-nya bus,” ucapnya sambil tertawa.
Akhirnya Rudi juga menemukan jodoh. Gadis manis asal Desa Jatigede Kecamatan Sumberjo Bojonegoro bernama Rini Indayati. Setelah menikahinya dia pindah ke Bojonegoro. Dari perkawinannya, kini dia mempunyai dua orang anak yakni Dito (13) dan Rizky (9).
Dia menuturkan, aktif di Lazismu saat menjadi asongan pulpen. Sampai suatu ketika, dia yang juga aktivis Muhammadiyah Sumberejo ini membaca baliho Lazismu Bojonegoro yang terpasang di jalan raya.
”Saya telepon nomor Lazismu yang tertera dan saya membuat janji untuk bertemu dengan sekretaris Mas Ansorul Hakim. Itu terjadi bulan September tahun 2016,” kenangnya.
Beberapa bulan kemudian, Rudi dipanggil Lazismu Bojonegoro untuk mengikuti pelatihan fundraising Lazismu Jatim di Pasuruan. Setelah pelatihan ternyata belum ada tugas. Baru bulan November, dia dipanggil diterima menjadi amil untuk mencari donatur.
Berdasarkan pengalaman menjadi asongan di Mantingan, Rudi ikut mengembangkan Lazismu di Bojonegoro. Dengan gaya keberanian asongan dia mampu menembus semua lini. Mulai amal usaha, majelis dan pasar-pasar.
Kini Lazismu Bojonegoro sudah mempunyai mobil ambulance dan mobil jenasah. ”Ini hasil kerja tim Lazismu. Baik yang di kantor maupun di lapangan,” katanya merendah. (Hendra Pornama)