PWMU.CO – Saya sudah berkali-kali haji dan umrah. Tapi masih ingin lagi. Lalu ada teman yang mengatakan, lebih baik haji atau umrahnya diurungkan. Sedang biaya yang tersedia dipakai saja untuk membantu sembako fuqara-masakin, itu lebih baik.
Saya jadi bimbang. Karena itu, mohon penjelasan, betulkah yang dikatakan teman saya itu?
Terima kasih atas penjelasannya.
Aminah
Jawab:
Mengenai mana yang lebih baik, membatalkan haji/umrah untuk dialihkan pada sembako, ini saya tidak tahu persis, karena tidak ada dalilnya dari Alquran maupun hadits yang sharih (jelas). Apalagi masalah baik dan tidak baik dalam hal ini adalah wewenang Allah.
Karena pengertian ’baik’ itu menurut Allah adalah pahala. Yakni perbuatan yang berpahala itulah yang dikatakan baik. Sehingga amalan yang semakin banyak pahalanya semakin baik. Sedang mempunyai otoritas menentukannya adalah Allah dan Rasul-Nya, yang hal itu hanya bisa kita ketahui dalam Alquran dan Sunah Rasul SAW yang menjelaskannya.
Selama tidak ada nasnya, kita tidak bisa menentukan. Misalnya shalat, di masjid lebih baik dari pada di rumah. Sebab ganjarannya berbeda. Juga dalam hal shalat berjamaah lebih baik daripada shalat munfarid (sendirian). Karena pahala berjamaah lebih banyak ketimbang munfarid. Karena demikian itu ada dalilnya. Padahal shalatnya, toh sama.
Dalam hadits Rasulullah SAW yang sangat populer dikatakan, haji atau umrah hanya wajib sekali seumur hidup, selebihnya adalah sunah. Sedang wajib membantu masakin berlaku seumur hidup, tanpa ada batasan waktu dan dan nilai bantuan, ia berlaku simultan. Ini masalah pertama yang perlu dijadikan pertimbangan.
Kedua, manfaat haji dan umrah, atau yang lazim disebut pahala, adalah terbatas untuk diri sendiri, orang lain tidak dapat apa-apa. Berbeda dengan bantuan kepada masakin, di samping yang bersedekah berpahala juga manfaatnya sangat besar sekali bagi masakin itu. Dan dari bantuan atau sedekah itu si miskin juga bisa mendapatkan pahala.
Misalnya, si miskin yang selama ini tidak bisa berpuasa karena tidak ada yang dimakan untuk sahur dan berbuka. Lalu dengan banuan itu si miskin bisa berpuasa, kalau bantuannya itu berupa sembako. Dan dengan bantuan itu pula si miskin bisa membiayai sekolah anaknya, kalau bantuan itu berupa uang. Dengan begitu si miskin pun bisa mendapat pahala.
Karena dengan bantuan itu si miskin bisa beramal shaleh, yang selama ini tidak bisa dilakukan karena tidak ada dana, sedang si pemberi bantuan juga dapat tambahan pahala, di samping pahala sedekahnya itu sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi SAW sebagai berikut:
من دل على خير فله مثل اجر فاعله ( رواه مسلم )
Artinya: Siapa yang menunjukkan ke jalan kebajikan, dia akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengerjakannya. (HR Muslim).
Dalam hadits yang lain lebih jelas lagi, Rasululah SAW bersabda:
من سن فى الاسلام سنة حسنة فله اجرها واجر من عمل بها من غير ان ينقص من اجورهم شيئا ( رواه مسلم )
Artinya: Siapa yang mengadakan cara baru yang baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahala ditambah dengan sebanyak pahala orang yang mengamalkannya tanpa dikuranginya barang sedikit pun dari pahala mereka yang mengamalkannya itu. (HR Muslim).
Dari dua hadits ini kita bisa mengambil pelajaran lebih luas, yaitu siapa yang memberi jalan kebaikan kepada orang lain, dia akan mendapatkan pahala dari jalan yang diberikan itu, ditambah dengan sebanyak pahala orang yang melakukannya, antara lain jalan kebajikan itu adalah bantuan sembako.
Yang ketiga, kaidah fiqhiyah mengatakan:
المصلحة العامة مقدمة على المصلحة الفردية
(kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan pribadi).
Dengan kata lain, kepentingan umum harus lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadi. Karenanya, masjid bisa digusur bahkan bisa dipindahkan ke tempat lain, ketika ada pelebaran jalan. Dr Musthafa As-Siba’i dalam buku Al-Islam wad Daulah mengatakan, karena pelebaran jalan itu demi kepentingan umum, tidak saja manusia, bahkan hewan sekali pun.
Sebagai perbandingan, ketika Allah mensifati kelebihan para sahabat Anshar, antara lain karena mereka suka mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi, sebagaimana dikatakan:
ويؤثرون على انفسهم ولو كان بهم خصاصة ( الحشر 9 )
Artinya: Mereka (para sahabat Anshar) itu berani mengorbankan kepentingan dirinya karena kepetingan orang lain, padahal mereka sendiri sangat membutuhkan. (Al-Hasyr 9).
Karena itu, mereka ini diberi gelar ”Anshar” (suka menolong). Ayat ini salah satu dalil yang dipakai ulama untuk menetapkan kaidah fiqhiyah di atas. Kalau kita pakai dalil ini untuk kasus Anda tersebut, dapat dikatakan bahwa memberi sembako demi kepentingan orang banyak, justru harus lebih didahulukan daripada pahala haji dan umrah yang hanya untuk kepentingan pribadi, kendati pahala haji dan umrah itu sangat dibutuhkan.
Dilihat dari hal-hal tersebut, kiranya apa yang dikatakan oleh teman Anda itu bisa diterima dan betul. Apalagi masakin kita sekarang ini cendrung bertambah, tidak semakin berkurang.
Demkian, wallahu a’lam bish-shawab. (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian (2), Penerbit Hikmah Surabaya, 2019.