PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Achmad Jainuri mengomentari munculnya kesan eksklusif pada tubuh Persyarikatan Muhammadiyah.
Menurut dia, kesan eksklusif itu muncul karena para aktivisnya selalu berkutat di wilayah internal dan kurang terbuka berkomunikasi dengan orang luar organisasi. Juga akibat merasa organisasi ini diyakini selalu benar.
“Kita ini cenderung maunya bergaul hanya dengan teman sendiri. Kita juga merasa benar terus. Padahal, banyak juga kelemahan di tubuh organisasi ini yang perlu untuk diperbaiki,” kritiknya dalam Kajian Raboan Pegawai Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, di Gedung Muhammadiyah Jatim Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Rabu (24/7/19).
Jainuri lalu mengajak supaya para aktivis Persyarikatan konsentrasinya tidak hanya ke dalam, terutama dalam mencari sumber pendanaan.
“Ya, kalau terus begitu seng diubek-ubek itu amal usaha kita. Akhirnya, sekolah atau rumah sakit kita jadi mahal. Semua itu terjadi karena beban organisasi ini terlalu besar,” keluhnya.
Padahal, sebutnya, sekolah maupun rumah sakit Muhammadiyah pada awalnya banyak mengratiskan biaya mereka yang tidak punya. “Nah, mereka yang punya uang lebih diminta untuk membayar lebih guna mensubsidi yang tak mampu. Itu bisa karena keterbukaan kita,” tuturnya.
Dosen Pascasarjana UINSA Surabaya itu kemudian mengajak untuk flasback ke masa awal pendirian Muhammadiyah. Dulu, cerita dia, pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai tokoh yang sangat toleran dan terbuka untuk berkomunikasi dengan siapa pun. Kiai Dahlan juga tidak pernah perduli bergaul dengan siapa.
“Kiai Dahlan itu dekat sekali dengan etnis Tionghoa yang ada di sepanjang Jalan Kauman. Waktu itu mereka banyak membantu Muhammadiyah. Ketika ada pertemuan tahunan, misalnya, mereka senang sekali membantu Muhammadiyah,” ungkapnya.
Mantan Rektor Umsida itu melanjutkan, KH Ahmad Dahlan juga sangat terbuka untuk bergaul dan bekomunikasi dengan para pemuka agama Kristen. Bahkan, dengan Tokoh PKI Samaun Darsono sekalipun, KH Ahmad Dahlan tetap membuka diri.
“Keterbukaan dan keluesan bergaul serta berkomunikasi itulah yang membuat Kiai Dahlan bisa kemana-mana tanpa harus menanggalkan simbol Islamnya. Inilah contoh keterbukaan yang harus kita menirunya,” tandasnya. (Aan)
Discussion about this post