PWMU.CO – SMA Muhammadiyah 1 Gresik (Smamsatu) kembali menggelar Kultum Jumat Pagi, (2/8/19). Kali ini disampaikan oleh Waka Ismuba (Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa Arab), A Mudhofar Basuni dengan tema Larangan Bersuara Keras.
Dia menjelaskan, tema ini diambil karena ada sebagian siswa yang berteriak ketika memanggil temannya. “Terkadang yang dipanggil berada di lapangan sekolah, sedang yang memanggil ada di lantai dua,” ujarnya.
“Bapak-Ibu silakan dibuka surat Alhujurat ayat 2 dan 4,” ujarnya memulai kultum.
Ayat yang dimaksud adalah: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain. Nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.”
Ustdadz Mudhofar, sapaannya, menduga anak-anak itu belum mengerti ayat ini. “Jika tidak, bisa menghilangkan amal yang dikerjakan. Kira-kira gampang mana mencari pahala atau dosa?” tanyanya retoris.
Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik ini menjelaskan, dosa tidak usah dicari akan datang sendiri. “Tapi kalau cari pahala itu susah. Ada tiga syarat untuk dapat pahala, yaitu beriman, berilmu dan ikhlas,” terangnya.
Dia lalu melanjutkan ayat di atas, “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamarmu kebanyakan mereka tidak mengerti.”
Ustdaz Mudhofar menjelaskan bagaimana cara berkomunikasi untuk menghindari bersuara keras. Jika keduanya ada di dalam kamar yang berbeda, maka salah satu harus keluar untuk mendekati teman yang dicari nya. “Masyaallah, inilah indahnya Islam. Seandainya orang kafir tahu, pasti mereka akan masuk Islam,” ucapnya.
Da melanjutkan, “Inilah yang kita ajarkan kepada anak didik kita. Kalau untuk mengajar kan perintah. Ini (kalau) njagakno (mengandalkan) guru Ismuba, ya kasihan. Kapan Islam nanti dipandang baik dan indah oleh umat yang lain.”
Yang patut diingat, lanjutnya, ada perkecualian yang memperbolehkan bersuara keras seperti azan, perang, memotivasi anak, dan mengajar di kelas.
“Apalagi dalam keadaan darurat seperti kebakaran, ada maling masuk rumah dan sebagainya. Lha kalau ada kebakaran bersuara lembut, wah bisa-bisa rumahnya sudah habis terbakar baru datang pertolongan, he-he-he …,” ujarnya bercanda.
Kultum di ruang guru Smamsatu itupun diakhiri dengan doa dan yel-yel: “Smamsatu! Be The first.” (*)
Kontributor Estu Rahayu. Editor Mohammad Nurfatoni.