PWMU.CO – Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Agus Purwanto DSc meyakinkan umat Islam supaya tidak takut membuat sistem kalender Hijriah global karena itu merupakan salah satu penanda kemajuan sebuah peradaban.
Pasalnya, pembuatan sistem kalender umum atau kalender Masehi itu dulunya juga tidak langsung jadi atau sempurna. Tapi melalui beberapa kali revisi untuk menyempurnakannya.
“Jangan kita maunya langsung jadi. Mari kita buat saja dulu sistem kalender Hijriyah global. Kalau ada kesalahan ya kita dikoreksi,” ujarnya dalam acara Kajian Bulanan MTT PWM Jatim di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Sabtu (3/8/19).
Gus Pur—sapaannya—lalu menerangkan sejarah pembuatan sistem kalender yang didasarkan atas perhitungan bumi mengitari matahari. Itu sejatinya sudah dibuat di Mesir sejak 3000 tahun sebelum Masehi.
“Sistem kalender dengan jumlah bulan sebanyak 12 bulan 360 hari itu kemudian di pakai pada era Romawi dan Kaisar Julius Caesar. Tapi sistem kalender itu belumlah sempurna. Masih ada revisi,” paparnya.
Dia menyebutkan, sistem kalender Masehi bisa baru dikatakan sempurna ketika era Paus Gregorius III. Paus Gereja Katolik Roma itu melakukan revisi dengan memasukan bulan Paskah.
“Jadi secara historis penyusunan sistem kalender Masehi itu tidak langsung jadi. Tapi melalui beberapa kali revisi. Sejarah itu perlu kita pahami supaya kita (umat Islam) tidak takut untuk membuat sistem kalender Hijriah global. Masak kita mau bermahzab Gregorius terus,” kritiknya.
Penggagas Pesantren Transain itu menyebutkan, ada lima prinsip utama untuk penyusunan sistem kalender Hijriah global. Pertama adalah mau menerima hisab. “Kita harus menerima hisab karena rukyat tidak mungkin digunakan menjadi pedoman membuat sistem kalender, bahkan sistem kalender lokal sekalipun,” ungkapnya.
Prinsip kedua adalah transfer imkanu rukyat. Menurut dia sistem imkanu rukyat di suatu tempat di dunia adalah salah satu syarat kalender hijriyah global. “Imkanu rukyat ini ada yang menjadikannya sebagai kriteria kalender seperti sistem kalender Hijriah global putusan Istabul Turki tahun 2016,” terangnya.
Gus Pur melanjutkan, prinsip ketiga adalah kesatuan matlak. “Konsekuensi dari prinsip menerima imkanu rukyat adalah menolak prinsip perbedaan matlak. Jadi seluruh muka bumi dipandang sebagai satu matlak,” tuturnya.
Yang keempat, sambungnya, adalah adanya keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Dan yang kelima adalah penerimaan garis tanggal internasional.
“Kalau semua sudah memiliki pemahaman sama dan sepakat semua, insyaallah pembuatan sistem kalender Hijriah global pasti clear,” tandasnya. (*)
Kontributor Aan Hariyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.