PWMU.CO – Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Biyanto MA mengatakan, semangat menunaikan ibadah haji bangsa Indonesia luar biasa. Hal itu dia sampaikan dalam khutbah Idul Adha di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Ahad (11/8/19).
Dia menyampaikan, di Surabaya antrean haji hingga 25-30 tahun. Kesadaran yang luar biasa itu, menurut Biyanto, karena pengalaman ibadah haji sangat luar biasa. Selalu ada kerinduan dipanggil untuk pergi ke Baitullah menunaikan ibadah haji.
“Orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah. Doa orang yang datang pada Allah akan dikabulkan. Haji yang mabrur pahalanya tidak lain adalah surga,” jelasnya.
Jika dilihat dari fenomena itu, ibadah haji ibarat suatu permainan atau pertunjukan maha dasyat yang diperankan oleh orang-orang Muslim dari seluruh penjuru dunia. “Pertunjukan itu merupakan perwujudan ketakwaan pada Allah SWT dengan melaksanakan syariat yang berdasarkan kisah Nabi Ibrahim,” ujarnya.
Dalam khutbahnya, dia mengisahkan, Ibrahim adalah nabi sekaligus orangtua yang prihatin terhadap masa depan generasi muda. “Beliau komitmen memperhatikan nasib anak-anak muda di masa depan,” jelasnya.
Tapi, sambungnya, Ibrahim termasuk kurang sukses dalam hal ini, karena dalam usianya yang sudah sepuh, belum dikaruniai keturunan yang dapat meneruskan dakwahnya.
“Tetapi Allah berkehendak lain. Nabi Ibrahim mempunyai putra, Ismail. Tetapi saat tumbuh besar, Nabi Ibrahim diperintah Allah untuk menyembelih putranya. Baik Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail patuh menjalankan perintah Allah SWT,” papar dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Akhirnya, lanut dia, Nabi Ibrahim sukses dan dijadikan imam di seluruh dunia oleh Allah SWT. “Namun beliau berdoa agar tidak hanya dia yang menjadi imam, tetapi termasuk juga anak-anak dan keturunannya. Allah mengabulkan doanya tetapi tidak bagi mereka yang berlaku dhalim,” terang pria kelahiran Lamongan itu.
Biyanto menegaskan, belajar dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ini, sebagai orangtua, kita harus memberikan pendidikan dan pengasuhan yang baik. “Agar anak-anak kita menjadi pintar dan berakhlak mulia. Mukmin yang kuat itu akan lebih baik dan akan dicintai oleh Allah SWT,” tegasnya.
Menurut Biyanto, anak-anak Indonesia sering mengalami kegagalan saat bersaing dengan negara-negara tetangga. Hal itu terjadi karena adanya ketimpangan pendidikan di antara mereka. “Mereka akan menjadi asing di negara sendiri. Menjadi tamu di negara sendiri,” tambahnya.
Di akhir khutbahnya, Biyanto menyampaikan pesan, jangan pernah berharap mendapat anak-anak yang sukses jika kita tidak menyiapkan dengan pendidikan dan pengasuhan yang baik. (*)
Kontributor Siti Jumaliah. Editor Mohammad Nurfatoni.