PWMU.CO – Guru selayaknya tidak seperti seorang dalang wayang saat mengajar di kelas. Hal ini disampaikan oleh Madam Zainab Qomari dalam kegiatan International Training on Education di Grand Whiz Trawas, Rabu (21/8/19).
Instruktur dari Irsyad Trust Ltd Singapura ini menyayangkan jika saat masuk ke dalam kelas guru hanya berbekal pada pengetahuannya yang berada dalam ingatannya saja. Akhirnya guru banyak bercerita, berfokus hanya pada apa yang ada dalam kepalanya. Proses pembelajaran pun menjadi kurang bermakna dan bernilai.
“Tampak akhirnya guru yang dominan dalam kelas. Siswa hanya sebagai penonton dan pada akhirnya keluar dari objectives lesson layak (tujuan pembelajaran yang seharusnya),” ungkapnya.
Pada kelas Instructional Mastery (IM), instruktur yang sudah berpengalaman sebagai praktisi sekaligus trainer di bidang edukasi selama 25 tahun ini menyampaikan, seorang guru dalam kelas harus memiliki perencanaan yang matang termasuk management space of the classroom (pengelolaan ruang kelas) yang disesuaikan dengan tujuan dan aktivitas pembelajarannya.
“Jika seorang guru memiliki sense dan keyakinan diri bahwa lingkungan sekolah memberikan dampak terhadap pembelajaran siswa, maka guru tersebut pasti memiliki persiapan yang matang termasuk rencana mengatur ruangan kelasnya,” katanya.
Kepada 20 peserta di kelas IM, Zainab menyindir penataan ruang kelas yang dipakai. Itu, menurutnya, menunjukkan sinyal atau isyarat akan model sang pembelajar (siswa) dan jenis proses pelajaran yang akan diberikan.
“Teacher’s arrangements of classroom space send message about their image of the learner and the kind of learning they intend [pengaturan guru tentang ruang kelas mengirim pesan tentang gambaran pembelajar (siswa)-nya dan jenis pembelajaran yang mereka (guru) inginkan],” jelasnya.
Pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur bekerja sama dengan Irsyad Trust Ltd and Temasek Foundation International Singapore ini, Zainab melatihkan bagaimana sebuah pembelajaran akan menjadi lebih efektif, efisien, dan fleksibel.
Selain itu pentingnya siswa dilatihkan secara terus menerus untuk bisa patuh dan bahagia dengan setiap pembentukan kelompok (forming group) secara bervariasi dan sesuai instruksi guru. Hal ini menjadikan siswa memiliki sikap toleran terhadap sesama, terbuka dengan siapapun dan dimanapun.
“Guru itu bagaikan acuan (cetakan). Bila cetakanya berupa kucing, setelah adonan dimasukan ke dalamnya, rotinya akan berbentuk kucing. Begitu pula bila cetakannya berupa bintang, pasti hasilnya jadilah bintang,” ucapnya.
Madam Zainab mencontohkan. Di Madrasah AlIrsyad Singapura, setiap Jumat guru mempersiapkan pembelajaran mulai prosedur, routine, lesson plan, dan penyiapan alat dan bahan pembelajaran yang akan digunakan dalam sepekan berikutnya.
“Guru tidak hanya fokus pada konten materi yang akan disampaikan tapi perilaku lingkungan juga butuh dipersiapkan dengan baik,” katanya mengingatkan para peserta.
Jamilah SSI, peserta dari SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik, menyampaikan dengan perencanaan yang detail dari plan dan sarana pendukung lainnya seperti persiapan spidol aneka warna, berbagai macam kertas, selotif, ice breaker, dan energizer manjadikan guru lebih siap secara mental dan psikis, pembelajaran lebih efektif dan interaktif.
Sementara itu, Helena Anggraini SHum menyampaikan perlunya guru menginplementasikan berbagai variasi model pengelompokkan siswa selama pembelajaran agar bisa menjadi refresmen dan melatih kepekaan siswa akan kepedulian terhadap sesama.
“Selama ini baru 1-2 model saja yang saya jalankan yaitu melalui list dari data guru dan melalui menghitung masih butuh kreativitas guna mengefektifkan pembelajaran,” kata Guru Bahasa Inggris dari SMP Muhammadiyah 2 Taman Sidoarjo itu. (*)
Kontributor Anis Shofatun. Editor Mohammad Nurfatoni.