PWMU.CO-Kampus perguruan tinggi di Indonesia tahan terhadap paparan radikalisme dan ekstremisme. Mahasiswa menyadari ideologi Pancasila dapat menyatukan keberagaman dalam sistem demokrasi.
Demikian hasil penelitian Tim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhamamdiyah Jakarta yang disampaikan Miftahul Ulum dalam Seminar Nasional bertajuk Kampus sebagai Miniatur Keberagaman Indonesia di Sabuga ITB, Senin (26/8/2019).
Miftahul Ulum menjelaskan penelitian dilakukan Desember 2018 hingga Maret 2019. Temanya ketahanan kampus terhadap aktivitas yang mengarah pada intoleransi.
Lokasi survei di ITB, IPB, STAN, STPDN, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Tangerang, dan Universitas Muhamadiyah Tasik di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
”Metode survei indepth interview, dan focus group discussion. Jumlah responden muslim 382 orang dan non-muslim 50 orang,” jelas Miftahul Ulum.
Sejumlah temuan yang diperoleh pertama, dukungan terhadap NKRI dan demokrasi cukup kuat di kalangan mahasiswa. Kedua, sebagian besar mahasiswa mendukung Pancasila dan demokrasi dalam sistem NKRI.
Ketiga, menurut mahasiswa Pancasila tidak bertentangan dengan syariat Islam. Keempat, mahasiswa menganggap koeksistensi dari masyarakat yang berbeda harus dihargai.
Temuan lain, sambung dia, sebanyak 85 persen mahasiswa menolak tindakan kekerasan atas nama agama. Sebanyak 81 persen mahasiswa menolak pandangan terorisme atas nama agama sebagai jihad.
”Berdasarkan hasil ini, kami menyimpulkan, komunitas kampus sangat tahan dari paparan radikalisme dan intoleransi,” tandasnya.
Dia menjelaskan, ada empat hasil utama dari penelitian ini. Pertama, gambaran tentang sikap dan perilaku dari mahasiswa yang mendukung intoleransi keberagaman. Kedua, identifikasi enabling factors yang mendorong munculnya praktik intoleransi, gerakan Islam radikal, dan ideologi yang mendukung kekerasan dan ekstremisme.
Ketiga, potret peran aktor-aktor kunci (baik individu maupun kelompok) yang memengaruhi terjadinya radikalisasi dan intoleransi. Keempat, sarana yang dipakai oleh aktor-aktor kunci tersebut untuk menarik minat kalangan mahasiswa agar mengikuti paham yang bertentangan
Ditambahkan, hasil penelitian ini juga disampaikan dalam pertemuan para ahli pada Selasa, 23 Juli 2019 di Aula Gedung FISIP UMJ untuk medapatkan masukan. Para ahli berasal dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, PP Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia, Kementerian Agama, Kementerian Koordinator Polhukam, Bappenas, dan Kantor Staf Presiden. (*)
Editor Sugeng Purwanto