PWMU.CO-Meninggalnya Presiden RI ketiga BJ Habibie meninggalkan banyak kenangan. Salah satunya catatan yang ditulis oleh A. Makmur Makkah dalam bukunya.
Dia bercerita, suatu waktu di tahun 2010 di hari Jumat, BJ Habibie diundang ke Universitas Indonesia berceramah di depan civitas akademika. Beberapa jam dia berbicara yang memukau hadirin. Ceramah berakhir tanpa tanya jawab karena mendekati waktunya shalat.
Tiba-tiba budayawan Jaya Suprana yang hadir di forum itu mengacungkan jari. Dia meminta waktu semenit untuk berbicara. Walaupun praktiknya lebih dari semenit mengomentari ceramah Habibie.
Di akhir komentarnya dengan suara lantang dan kocak pengusaha jamu itu mengatakan,”Walaupun BJ Habibie berpostur kecil, namun di seluruh tubuhnya terdiri dari otak semua. Berbeda dengan saya yang walaupun gempal, tetapi sisinya dengkul semua.” Mendengar seloroh itu hadirin pun terbahak-bahak.
Sebelum ceramah ini di tahun yang sama, Romo Magnis Suseno, dosen Ilmu Filsafat UI, mengusulkan kepada para guru besar memberikan gelar Doctor Honoris Causa kepada BJ Habibie.
Para guru besar pun bertanya, apakah dalam buku-bukunya terdapat filosofi pemikiran? Romo Magnis Suseno pun menjawab, kurang lebih begitulah.
Tak lama kemudian ada tim guru besar yang mempersiapkan dasar pertimbangan penganugerahan gelar mendatangi The Habibie Center mencari literatur pemikiran Habibie. Tim ini diberi sekumpulan ceramah dan pidato gagasan dan pemikirannya.
Tim ini berpesan akan mengundang pakar The Habibie Center untuk mengupas pemikiran pakar teknologi pesawat terbang itu. Ternyata setelah membaca tuisan Habibie, tim berpendapat tak perlu berdiskusi lagi. Sebab dari referensi literatur ini sudah menemukan filosofi pemikirannya.
Beberapa pekan kemudian jadilah diadakan penganugerahan gelar doktor honoris causa kepada BJ Habibie bidang filsafat teknologi. Sejak itu Habibie bukan hanya dikenal sebagai teknokrat tapi juga teknosof. (*)
Editor Sugeng Purwanto