PWMU.CO – Bagi Ilham Aditya Wibowo memperoleh undangan khusus dari Rektor Tsukuba Gakuin University adalah sesuatu yang istimewa. Siswa kelas VIII ICP itu tiba-tiba diminta untuk masuk ke ruangan Profesor Mochizuki Yoshito, pimpinan tertinggi dari kampus yang terletak di Ibaraki Jepang ini, Kamis (18/9/19).
Pada rangkaian kegiatan Spemdalas in Japan yang berlangsung sepekan Senin-Sabtu (16-21/9/2019), Ilham menjadi satu-satunya siswa yang dipilih oleh Profesor Kanakubu Noriko, Dean of Departement of Bussines and Informatics Extension Program for International Language and Culture di Tsukuba Gakuen University Jepang untuk bisa bergabung dalam diskusi kecil di ruang kantor Rektor.
“Ini kesempatan yang langka. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangan rektor,” kata Lussy Novarida Ridwan, salah satu dosen Tsukuba Gakuin Universitu yang turut serta dalam pertemuan itu.
Siswa yang pernah meraih medali perunggu pada ajang HIMSO 2019 tingkat nasional itu merasa kaget dan tidak percaya kalau dirinya ternyata diajak menemui orang nomor satu di kampus yang berlokasi di Centre of Science City ini.
“Ndredeg dan kaget, ini pertama kalinya berbicara dengan pemimpin tertinggi di luar Spemdalas, apalagi langsung dengan Rektor Tsukuba di Jepang. Ini sesuatu yang istimewah,” katanya kepada PWMU.CO saat perjalanan pulang ke Indonesia, Sabtu (21/9/19).
Siswa yang menyukai traveling alam dan mengunjungi museum ini merasa bahagia bisa bergabung dalam diskusi bersama para pejabat kampus dan managerial dari Spemdalas ini.
“Seneng banget, orangnya memiliki kesukaan yang sama dengan saya. Suka bertanya apapun, walau kadang gak penting. Beliau juga sangat care dengan isu hangat yang lagi berkembang di Indonesia,” katanya sambil tersenyum bahagia.
Pada kesempatan itu, diskusi yang ada seputar teknologi yaitu pote talk dan politik. Awalnya sempat membuat suasana menjadi tegang karena waktu berjalan sangat cepat. “Bagus, Anda hadir tepat waktu,” kata Mochizuki melalui alat pote talk-nya yang langsung ditunjukan kepada tamunya.
Meski teknologi sudah ada sejak tahun 2012. Namun, menurut Mochizuki alat bantu itu memudahkan untuk memahami proses interaksi dengan orang lain yang saling tidak memahami dan mahir dalam penggunaan bahasa tertentu.
Suasana menjadi lebih rileks dengan adanya alat bantu itu karena beberapa wawasan baru saling diperoleh oleh kedua belah pihak tim dari Tsukuba dan juga Spemdalas.
Diskusi berjalan dengan tiga bahasa yaitu Indonesia, Inggris, dan Jepang. Dengan teknologi semua menjadi mudah, itulah pesan yang bisa ditangkap dari kegiatan di atas. Kemudian berlanjut tentang isu perpindahan ibu kota Indonesia serta sistem pendidikan di kedua negara.
Pada akhir pertemuan, Ilham pun menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk belajar di Tsukuba. Dan kembali tidak menyangka bisa diminta berjabat tangan langsung dengan Mochiziku.” Pernah baca di sebuah artikel kalau orang Jepang tidak terbiasa bersalaman. Biasanya dengan membukukkan badannya saja. Saya kaget kok malah diajak salaman, erat lagi genggamanya. Ini hal yang berharga bagi saya,” ujarnya (*)
Kontributor Anis Shofatun. Editor Mohammad Nurfatoni.