PWMU.CO –Bedah buku berjudul Populisme, Demokrasi, Multikulturalisme Artikulasi Baru Islam di Indonesia dalam Nalar Agama Publik menjadi pembuka kuliah perdana mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya di Gedung At Tauhid Tower lantai 13, Ahad (29/9/2019).
Diskusi yang dikemas dalam studium general itu menghadirkan Prof Dr Syamsul Arifin MSi, penulis buku sekaligus sebagai pembicara.
“Buku yang bapak ibu baca ini belum begitu ideal,” tutur Syamsul yang juga Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
”Saya menjulukinya dengan book non book, karena dari sekian banyak tulisan saya yang berserakan itu saya beri judul dengan diksi yang sedang aktual yakni populisme,” ujarnya.
Populisme, menurut dia, sebenarnya gerakan elite yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Kata populisme ini menjadi menarik setelah Donald Trump menjadi presiden AS.
Saat kampanye dia mengenalkan lagi slogan The American first dan Make America great Again yang membuatnya jadi populer dan dipilih rakyat Amerika.
Namun Amerika dibawa kepemimpinan Donald Trump jauh berbeda dengan Barrack Obama, presiden yang digantikan dari Partai Demokrat. Obama saat kampanye menjadi populer dan dipilih rakyat berkat slogannya Yes We Can.
Jika dibandingkan kedua presiden itu, pidato Obama lebih bernas. Tak heran ketika dia diundang Parlemen Inggris, pidatonya mendapat sambutan standing ovation yang menandakan orang-orang sangat mengapresiasi pemikiran Obama saat itu. Beda dengan pidato Trump sekarang ini yang selalu menimbulkan kontroversi karena mencari musuh.
Syamsul kemudian mengupas terminologi kedua dalam bukunya yaitu demokrasi. ”Demokrasi juga tema yang populer. Anak-anak dan mahasiswa yang kemarin demonstrasi merupakan anak milenial yang dianggap apolitis, tapi sekarang menjadi gerakan massif,” katanya.
Gerakan demonstrasi itu, sambung dia, kemudian menimbulkan reaksi simpati dan antipati. Pendapat antipati mengatakan demonstrasi ini adalah sebuah konspirasi untuk menggagalkan pelantikan presiden pada 20 Oktober. ”Mereka melupakan bahwa ada aspirasi tentang RUU KUHP dan RUU KPK yang diperjuangkan dalan gerakan demonstrasi mahasiswa ini,” ujarnya.
Syamsul lantas mengutip pendapat Amien Rais dalam bukunya Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta. Dia mengatakan, di buku itu Amien Rais menulis, selagi belia itu memang harus idealis tapi selagi tua itu wajar kalau itu kapitalis. ”Artinya anak-anak muda masih idealisme belum punya kepentingan,” tuturnya.
Terminologi ketiga multikulturalisme, menurut Syamsul, menjadi topik yang menarik tentang tanawwu taabbudiyah atau perbedaan dalam penerapan tata cara ibadah.
Contohnya, sambung dia, di UMSurabaya di akhir acara ditutup dengan doa yang begitu panjang. Sedangkan di UMM hanya dengan bacaan hamdalah saja.
”Fenomena ini menunjukkan bahwa sama-sama Muhammadiyah juga ada perbedaan. Hal ini disebabkan tidak ada SOP khusus yang dikeluarkan oleh Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah terkait dengan penutupan doa setelah acara,” seloroh Syamsul yang disambut tawa hadirin.
Tiga terminologi Populisme, Demokrasi, dan Multikulturalisme ini, kata Syamsul, merupakan artikulasi baru Islam di Indonesia dalam nalar agama publik.
Agama publik atau public religion, kata Syamsul, merupakan suatu antitesis terhadap teori besar saat itu yang mengatakan bahwa semakin modern suatu masyarakat maka agama merupakan hal yang bersifat privat.
Istilah agama publik ini Syamsul menukil konsep yang dikenalkan oleh Jose Casanova. Menurut dia, konsep Casanova justru bertentangan dengan konsep agama privat yang populer itu.
Dia menyebutkan, Casanova memberi pendasaran metodologis atas teori deprivat agama. Justru peran agama semakin kuat di muka publik dalam masyarakat modern. “Islam di satu sisi memang privat tapi di sisi lain juga merupakan agama publik. Tidak bisa dipisahkan antara Islam dengan politik, ekonomi, maupun budaya,” jelas Syamsul.
Dia mencontohkan, menjamurnya bank syariah. Bahkan hotel syariah pun juga ada. Manusia makin modern ternyata religiusitasnya meningkat dan membutuhkan rasa aman dalam kehidupan publiknya.
Penulis Kiki Cahya Muslimah Editor Sugeng Purwanto