PWMU.CO-Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya mengadakan Yudisium dan The 4th Annual Conference on Islamic Economics, Law, and Education (ACIELE-4) di Hotel Majapahit, Sabtu (12/10/2019).
Kepala Divisi Asesmen Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Dwi Suslamanto menjadi narasumber. Dia membahas Kebijakan Bank Indonesia dalam Mendorong Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Dia menjelaskan, prinsip-prinsip dasar Ekonomi Syariah yaitu, pertama, distribusi pendapatan untuk menjamin inklusivitas seluruh masyarakat. Kedua, pengendalian harta individu agar mengalir secara produktif. Ketiga, no riba. Optimalisasi bisnis dan berbagi risiko. Keempat, no maisir. Transaksi tanpa spekulasi tidak produktif. Kelima Partisipasi sosial untuk kepentingan publik. Keenam, no dharar, no gharar, no muharramat, dan Medina Market Rules.
Dwi mengatakan, Ekonomi Syariah telah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru yaitu Halal Goes Global yang justru dikuasai negara yang bukan mayoritas muslim.
Contoh Tiongkok dengan ekspor baju muslim tertinggi ke Timur Tengah. Korea Selatan dengan visi menjadi destinasi utama pariwisata halal. Inggris dengan London sebagai Pusat Keuangan Syariah di Barat.
Brazil dengan pemasok daging unggas halal terbesar ke Timur Tengah. Thailand dengan visi menjadi dapur halal dunia. Australia dengan pemasok daging sapi halal terbesar ke Timur Tengah. Arab Saudi dengan Pusat Islam Dunia. Malaysia dengan visi menjadi pusat industri halal dan keuangan syariah global di 2020.
“Inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan, kenapa negara-negara tersebut berhasil menjadi negara Halal Goes Global?”
Ternyata ada lima kuncinya. Pertama, dukungan penuh pemerintah. Kedua, dicanangkan sebagai program nasional. Ketiga, badan khusus untuk koordinasi lintas otoritas. Keempat, fokus memanfaatkan keunggulan kompetitif suatu negara. Kelima, strategi nasional mencakup reformasi struktural pemerintah, maupun paradigma masyarakat.
Dia juga mengungkapkan, posisi Indonesia dalam pengembangan ekonomisyariah ini baru sebagai big market. ”Berdasarkan data dari Global Islamic Economy Indicator Report 2016/2017 dan 2017/2018, posisi belanja Indonesia di industri Halal Global masih besar dan kuat tapi masih sebagai big market bukan sebagai player. Masuk di Top 10 Expenditure di tiap industri namun tidak sebagai player,” katanya.
Dijelaskan, pada babak baru pengembangan ekonomi Revolusi Industri 4.0 berdampak pada potensi pengembangan halal value chain dan Fintech.
Dia menjelaskan, peluang besar bagi keuangan syariah dengan fintech karena mendukung prinsip dasar keuangan syariah no gharar, transparan, minimasi asymmetric information, dan akses informasi pasar yang lebih luas juga cepat.
Dari uraian itu dia menyimpulkan, pertama, ekonomi syariah dan industri halal sudah merupakan isu global. Kedua, pentingnya strategi nasional untuk mewujudkan potensi besar yang dimiliki Indonesia.
Ketiga, pengembangan ekosistem dalam Halal Value Chain meningkatkan pangsa ekonomi syariah. Keempat, pendalaman pasar keuangan syariah dilakukan melalui pengembangan regulasi, instrumen, infrastruktur maupun kelembagaan.
Kelima, potensi keuangan syariah Indonesia tidak hanya mencakup keuangan komersial namun juga keuangan sosial dan integrasi keduanya. (*)
Penulis Kiki Cahya Muslimah Editor Sugeng Purwanto