PWMU.CO – Sesi terakhir Baitul Arqam Pimpinan Majelis Pendidikan Kader (MPK) PDM Gresik, Sabtu (12/10/2019) di SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik menghadirkan Nadjib Hamid MSi sebagai pemateri tentang “Iman dan Akhlak dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.
“Iman dan akhlak merupakan dua pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau pejabat publiknya sungguh-sungguh beriman dan berakhlak, ia akan amanah, tidak akan korupsi, karena yakin semua tindakannya pasti diawasi Allah SWT,” tandas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim tersebut.
“Tanpa harus berkoar-koar sebagai pancasialis ataupun nasionalis, orang beriman dan berakhlak mulia, dijamin kuat nasionalismenya,” imbuhnya.
Ia lantas mencontohkan peristiwa pada zaman Khalifah Umar bin Khatab. Dijelaskan, dalam perjalanan ke luar kota, Khalifah bertemu seorang anak sedang menggembala kambing yang sangat banyak. Khalifah ingin menguji keimanan dan kejujurann sang penggembala.
Umar lalu mendekati si penggembala dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing yang digembala si bocah. “Nak, saya beli kambingmu satu ya?” tanya Umar mengawali perbincangannya.
“Semua kambing ini milik majikanku tuan. Saya cuma menggembala,” jawab anak tersebut dengan penuh kejujuran.
“Ah bilang saja pada tuanmu nanti, kambingnya dimakan serigala satu ekor,” timpal Umar menguji kejujuran si bocah.
“Kalau begitu, di mana Allah,” jawab si anak. “Juragan saya memang tidak tahu, tetapi Allah akan mengetahui apa yang saya lakukan,” jawab si budak tegas.
Itulah gambaran, jika seseorang punya iman maka orang lain akan merasa aman. Namun, Nadjib mengingatkan, kondisi keimanan seseorang itu pasang surut. “Tidak ada seorang pun yang bisa menjamin dirinya selalu pada konsisi keimanan dan akhlak yang prima, sehingga ada pejabat publik yang mengaku beriman, tapi kemudian tertangkap KPK gara-gara korupsi,” tuturnya.
Itu semua, sambung Nadjib, menjadi tantangan bagi kader-kader Muhammadiyah, yang sedang menduduki jabatan publik. “Pejabat publik itu godaan imannya sangat besar,” ucapnya.
Ia mengaku bersyukur, ketika menjabat sebagai komisioner KPU Jatim bisa lulus menghadapi beberapa kali ujian keimanan. “Setidaknya tiga kali saya diuji dengan tawaran uang dalam jumlah sangat besar. Alhamdulillah saya bisa terhindar dari semua jebakan tersebut,” kisahnya.
Meskipun dirinya sempat dilabeli sebagai komisioner yang tidak akomodatif, lantaran kerap menolak rayuan tersebut, tapi tetap santai dan tidak berubah sikap. “Akhirnya banyak yang respek dan mengatakan bahwa kader Muhammadiyah memang beda. Punya prinsip,” ujarnya. (*)
Kontributor Mahfudz Efendi. Editor Mohammad Nurfatoni.