PWMU.CO – Royal Swedish Academy of Science pada tanggal 14-10-2019 memberikan Nobel Economics Prize atau Penghargaan Nobel Bidang Ekonomi kepada tiga orang profesor Amerika Serikat.
Tiga profesor yang beruntung tersebut adalah Abhijit Banerjee dan Esther Duflo dari Massachusets Institute of Technology serta Michael Kremer dari Harvard University.
Penelitiannya mengambil tema peningkatan pendidikan yang berdampak pada perbaikan ekonomi masyarakat miskin. Studi kasusnya mengambil lokasi di negara-negara berkembang di Afrika, India, dan sebagainya termasuk di Indonesia.
Isu yang digali spesifik tentang pendidikan untuk masyarakat miskin dan peningkatan kinerja sekolah di daerah miskin. Salah satu makalah peraih nobel yang ditulis Esther Duflo berjudul Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment. Judul terjemahannya dalam bahasa Indonesia Konsekuensi Sekolah dan Pasar Tenaga Kerja dari Pembangunan Sekolah di Indonesia: Bukti dari Eksperimen Kebijakan yang Tidak Biasa.
Penelitian yang mengamati fenomena SD Inpres ini menyimpulkan bahwa pendirian SD Inpres berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD menghasilkan tingkat pengembalian ekonomi sebesar 6,8 persen sampai dengan 10,6 persen. Pendidikan dengan perbaikan sarana yang memadai diakui sebagai kunci perbaikan ekonomi suatu bangsa.
Yang dilakukan pemerintah Orde Baru dan diteliti oleh peraih Nobel Ekonomi 2019 hakikatnya sudah dilakukan oleh ormas Muhammadiyah sejak 1912. KH Ahmad Dahlan dengan motivasi pembaharuannya menyelenggarakan pendidikan untuk kaum miskin di Kauman Yogyakarta.
Pada masa kolonial Belanda, pendidikan menjadi barang mewah bagi rakyat jelata. Pendidikan, utamanya pendidikan umum, ilmu bumi, ilmu ukur, dan ilmu alam, hanya bisa dinikmati golongan pribumi kaya. Mayoritas rakyat jelata tidak berpendidikan atau hanya mengenyam pendidikan agama secara tradisional.
Kauman menjadi tonggak integrasi pendidikan ilmu umum dan ilmu agama untuk rakyat jelata. Demikianlah apa yang dilakukan KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan telah melampaui jaman.
Prioritas dakwah bidang pendidikan terbukti melahirkan kelas masyarakat baru pribumi dan priyayi yang sejahtera secara pendidikan dan ekonomi serta taat beragama. Kelas masyarakat terpelajar yang selanjutnya terbukti menjadi motor utama gerakan kemerdekaan bangsa.
Cita-cita pemerintah saat ini untuk mewujudkan SDM unggul, tidak ada jalan lain selain meningkatkan kualitas pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta agama yang terintegrasi.
Suatu bentuk kemutakhiran konsep untuk memajukan bangsa yang sudah ada sejak tahun 1912. Seandainya ada penganugerahan nobel ekonomi atau perdamaian pada saat itu, tentu KH Ahmad Dahlan pantas meraihnya. (*)
Kolom oleh Prima Mari Kristanto, pemerhati masalah sosial-politik, tinggal di Lamongan.