PWMU.CO – Bimbingan teknis (bimtek) akreditasi panti asuhan Aisyiyah (PAA) telah dilaksanakan, maka diharapkan semuanya bisa segera terakreditasi. Itu karena kita hidup di Republik Indonesia. Dan itulah aturan yang ditetapkan oleh negara.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS) Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah dr Esty Martiana Rachmie MKes saat memberikan materi pada Bimbingan Teknis Akreditasi PAA dan Penerapan Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA) se-Indonesia, Ahad (20/10/19)
Bimtek diselenggarakan oleh MKS PP Aisyiyah di Hall Taman Sengkaling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jumat-Ahad (18-20/10/19).
Esty mengatakan, selain aturan negara, kita juga berada di organisasi Muhammadiyah dengan ortom Aisyiyah. “Organisasi juga mempunyai aturan yang harus ditaati. Itu mutlak, tidak bisa tidak. Kita itu shaf atau bergerak dalam barisan. Barisan itu ada tiga syarat utama yaitu ada pimpinan, ada yang dipimpin, dan ada aturan,” ujarnya.
Menurutnya, kalau tidak ada yang memimpin maka barisan akan bubar. “Aturan juga penting, dan akan lebih bagus kalau yang memimpin dan dipimpin mengikuti aturan yang sama,” ungkapnya.
Tetapi, sambungnya, menjadi pimpinan tidak segampang itu. Harus mempunyai wawasan dan visi yang lebih luas agar bisa membawa barisan selamat dan benar.
Esty mengingatkan, PAA adalah organisasi Aisyiyah yang paling tua. Sejarahnya berawal dari adanya Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Kemudian berkembang, PKO fokus di kesehatan dan kesejahteraan sosial yang ditangani oleh panti asuhan.
“MKS ada banyak program. Selama ini MKS identik panti, padahal sebetulnya banyak yang bisa dilakukan. Mari diversifikasi panti untuk semua gerakan kesejahteraan sosial. Panti sebagai pusat layanan sosial lainnya. Ini membutuhkan peran pimpinan MKS. Jadi panti dengan MKS harus searah, seiring, dan seirama,” ajaknya.
Program Gerakan Aisyiyah Cinta Anak (GACA), ujarnya, bisa dilaksanakan oleh semua majelis, tidak hanya MKS. “Ini merupakan respon terhadap kondisi kekerasan yang diterima anak. Kadang kekerasan dilakukan oleh orang terdekatnya, bisa guru bahkan oleh keluarga sendiri,” jelasnya.
Menurtu Esty, berawal dari itu muncul gerakan GACA. Bagaimana mengatasi anak korban kekerasan ini. “Sebenarnya tidak hanya mengatasi masalah, tetapi lebih pada preventif atau pencegahan agar tidak terjadi kekerasan pada anak,” terangnya.
Dia mengajak setiap majelis bisa mempunyai kegiatan sendiri-sendiri. MKS bisa dengan kegiatan panti cinta anak. Yaitu bagaimana pengasuhan yang baik sehingga anak terhindar dari kekerasan fisik dan psikis.
Indikator pengasuhan yang benar menurut Esty, adalah dengan menyiapkan lingkungan yang aman bagi anak. “Akan dibuat semacam petunjuk teknis (juknis) panti cinta anak. Pengasuhan keluarga juga harus cinta anak,” ujarnya.
Esry berharap panti bisa menjadi tempat proses kaderisasi dan menyiapkan anak-anak menjadi mandiri. “Baik asuhan panti maupun keluarga. Harus juga diopeni agar mengasuh dengan benar,” terangnya. (*)
Kontributor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.