PWMU.CO – Tepat tanggal 20 Oktober 2019 bersamaan dengan pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Prof Din Syamsuddin menyatakan sikap politiknya. Dia memproklamasikan diri sebagai warga negara yang loyal-kritis terhadap negara.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2005-2015 itu saat menjadi pembicara dalam Pengajian Akbar di Pondok Pesantrean Al Fattah, Buduran, Sidoarjo, Ahad (20/10/19).
“Di tempat ini dan di tanggal ini, saya memproklamirkan diri sebagai warga negara yang tetap loyal pada negara dan kritis terhadap penyelenggara negara,” ujarnya.
“Ikut loyal terhadap negara yang ikut didirikan umat Islam yang berdasarkan Pancasila ini. Termasuk loyal terhadap pemerintah sah yang dipilih secara demokratis, jujur, dan adil berdasarkan konstitusi. Tapi tetap kritis. Karena kritis itu bagian dari amar makruf nahi mungkar,” tegasnya.
Din bertekad mengkritisi terhadap penyelenggara negara, baik eksekutif, maupun legislatif dan yudikatif yang menampilkan kebijakan menyimpang dari cita-cita dasar pendirian negara. “Apalagi jika mereka menyalahgunakan kekuasaan dan korup,” ucapnya.
Menurut Din, loyal-kritis adalah sikap yang tidak segan-segan mengritik berbagai bentuk penyimpangan, kecurangan, atau ketidakjujuran dalam penyelenggaraan negara. “Bagi umat Islam, sikap loyal kritis itu adalah penjelmaan dari amar makruf nahi mungkar,” tegasnya.
Menurut Din, adanya kelompok kritis di tubuh bangsa sangat penting, karena jika rezim dibiarkan berkuasa sendiri tanpa kontrol maka mereka akan cenderung otoriter. “Demokrasi menuntut adanya oposisi, tanpa oposisi rezim akan bertindak semau sendiri,” ucapnya. Tahapan demokratisasi Indonesia, sambungnya, memerlukan adanya kekuatan masyarakat kritis yang melakukan kontrol sosial untuk mengawal proses demokrasi itu.
Bagi Din, sikap ini adalah watak dasar Persyarikatan Muhammadiyah yang pernah dipimpinnya selama sepuluh tahun. Menurut Din, surah Ali Imran 104 yang menjadi dasar gerakan dakwah Muhammadiyah menegaskan dua sumbu gerakan pencerahan yang harus ditegakkan yakni dakwah kepada kemajuan dan amar makruf nahyi mungkar. Keduanya saling berkait. Jika yang kedua kurang dilakukan, capaian dari yang pertama bisa runtuh atau terkendala.
“Setiap Muslim harus menyadari bahwa hidup di dunia sangatlah singkat, maka kita harus menyiapkan pertanggung jawaban ukhrawi, dan jangan terkena penyakit al-wahnu yaitu hubbud dunya wa karahiyyatul maut, penyakit cinta dunia dan takut mati,” tandasnya. (*)
Kontributor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.