PWMU.CO – Suatu ketika ada seorang bertanya kepada Abu Nawas, seorang figur yang dikenal cerdik dalam dongeng Arab. Ia menantang Abu Nawas dengan pertanyaan, “berapa jumlah bintang di langit. Dasar tidak mau kalah, Abu Nawas menjawab, “sebanyak bulu domba itu.” Orang tesebut melanjutkan pertanyaannya, “Bagaimana Anda tahu?” Maka Abu Nawas menjawab, “kalau tidak percaya silahkan hitung sendiri.”
Sekalipun itu kisah jenaka, tapi dialog di atas menggambarkan sebuah cara untuk berbohong secara samar. Abu Nawas ingin menyembunyikan ketidaktahuannya dengan cara membuat penanya tidak berkutik. Tapi ini adalah kebohongan yang ringan karena tidak ada unsur penipuan. Tidak ada unsur korupsi atau manipulasi. Pembaca kisah hanya tertawa lepas karena mendengarkan jawaban yang tidak ilmiah tapi masuk akal dan lucu.
(Baca: Akankah Muhammadiyah Jadi Sisifus? dan Risalah Prof Syafiq Mughni: Kisah Teladan Nur Muhammad)
Di luar kebohongan yang bersifat jenaka, ada kebohongan yang agak ilmiah; kebohongan dengan permainan angka-angka. Anda mungkin pernah membaca sebuah buku karya Darrell Huff yang berjudul, How to Lie with Statistics, artinya bagaimana berbohong dengan statistik, angka-angka yang bisa mengecoh kita sehingga membuat kesimpulan yang salah.
Pada tahun 2011 lalu, kita mendengar pernyataan bahwa rakyat Indonesia semakin makmur, kemiskinan semakin berkurang. Angka-angka dipaparkan untuk meyakinkan pembaca bahwa memang rakyat Indonesia benar-benar semakin sejahtera. Tanpa disebut secara eksplisit, pesan itu menyatakan bahwa pemerintah telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, dan karena itu jangan dikritik.
(Baca: Potret Warga Muhammadiyah: Rasional yang Tak Rasional dan Haji Abdul Mughni: Gule Lahirkan Profesor)
Tapi, untung di antara 240 juta lebih penduduk Indonesia ada yang cermat. Mereka menanyakan dari mana angka-angka itu didapatkan; dari kantor statistik atau laporan lurah, camat dan bupati? Padahal, orang tahu bagaimana cara kerja mereka mendapatkan data dan bagaimana melaporkannya. Jika hanya 10 persen rakyatnya bertambah kaya, dan 90 persen tetap saja miskin, apakah ini berarti rakyat semakin makmur?
Jika jurang ketimpangan ekonomi semakin lebar, tentu kesejahteraan semakin turun. Banyak kajian dan perasaan umum yang menyatakan bahwa jumlah orang miskin malah semakin banyak. Tapi percayalah ini adalah adalah kebohongan yang ilmiah karena menggunakan statistik supaya banyak orang percaya bahwa Indonesia memang semakin makmur.
Selanjutnya… Kecuali itu, ada kebohongan yang juga agak ilmiah, halaman 2