PWMU.CO – Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof M. Din Syamsuddin menanggapi positif pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj tentang Habib Rizieq Syihab.
“Sangat menarik dan mencerahkan pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj bahwa kita wajib menghormati Habib Rizieq Syihab,” kata Din pada PWMU.CO, Kamis (31/10/19).
Menurut Din, pernyataan yang bernada fatwa dan menggunakan istilah fikih yakni wajib— hukum Islam yang jika tidak dilaksanakan maka pelakunya akan berdosa—adalah sangat keras dan tegas. “Saya sangat bersetuju (muwaffiq kull al-ittifaq) dan sangat menghargai (highly appreciated) dengan pernyataan tersebut,” ungkapnya.
Kendati itu merupakan qaulun jadid (perkataan baru), lanjutnya, bagi saya pernyataan KH Said Agil Siraj itu wajib diperhatikan, tidak hanya oleh kaum Nahdliyin, tapi juga oleh seluruh umat Islam, bahkan umat agama-agama lain, tak terkecuali oleh pemerintah atau pemangku amanat.
“Memang seyogyanya kita semua sebagai bangsa yang cinta damai dan keadilan harus menghormati hak dan martabat para tokoh agama, apapun agama mereka. Sebagai umat Islam harus pula menghormati para ulama, siapapun mereka dan apapun madzhab pemikirannya,” ujarnnya. “Selain menghormati Habib Rizieq Syihab, hormati pula Ustadz Abdus Somad, dan lainnya.”
Dia menegaskan, sikap cenderung mengkafirkan atau memandang sesat pihak lain, termasuk menuduh pihak lain secara pejoratif seperti radikal merupakan sikap yang tidak arif bijaksana dan bukan merupakan bentuk moderasi beragama.
Bagi Din, wawasan wasathiyah, suatu watak Islam sejati, yang mengedepankan antara lain tasamuh atau toleransi perlu mengejawantah dalam sikap penuh hikmat kebijaksaan yakni dengan menghargai orang lain.
“Sikap ini diperlukan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang memiliki keragaman agama, etnik, dan budaya,” tuturnya.
Menurut Din, Islam mengajarkan, kalau antarumat berbeda agama berlaku ”lakum dinukum waliyadin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku) tapi kita bersaudara sebangsa. Terhadap sesama Muslim, walau berbeda aliran atau organisasi sehingga berbeda pemahaman keagamaan, bisa berlaku analoginya ”lakum ra’yukum, wali ra’yi” (bagimu pendapatmu, bagiku pendapatku) tapi kita tetap bersaudara seiman. “Tentu hal itu setelah semuanya mencoba untuk duduk bersama berdialog atau bermusyawarah yang merupakan ciri lain dari wawasan wasathiyah,” paparnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, demi kerukunan bangsa dan Persatuan Indonesia (Sila Ketiga Pancasila), mari kembangkan sikap saling memahami dan menghormati. “Kriminalisasi tokoh agama—ulama, pendeta, pedanda, atau bikkhu—dan kecenderungan labelisasi apalagi dengan generalisasi adalah pendekatan yang kontra-produktif terhadap perwujudan kerukunan bangsa, integrasi, dan integritas nasional,” kata Din.
Mengutip detik.com, Said Aqil Siroj mengatakan para habib (habaib) atau keturunan Nabi harus dihormati, termasuk Habin Rizieq Shihab. Dia menekankan habib tidak boleh dikriminalisasi.
Said Aqil menyampaikan itu dalam acara istigatsah untuk Indonesia aman dan damai di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).
“Kita harus hormat pada habaib, Allah memerintahkan Nabi Muhammad, ‘Muhamamad katakan saya tidak mau bayaran, nggak ingin imbalan, satu yang saya minta, cintailah keturunan ku’. Maka kita wajib menghormati habaib. Semua habib nggak pandang bulu kita harus hormat, Habib Jindan, Habib Lutfi, Habib Syech,” kata Said dalam sambutannya yang mengutip ayat Alquran.
Jamaah yang hadir lalu menyebut nama Habib Rizieq. “Habib Rizieq, iya. Alasan yang paling utama adalah karena perintah Alquran tadi dan kedua sesama ukhuwah islamiah,” ujarnya. (*)
Penulis dan Editor Mohammad Nurfatoni.