PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi mengatakan keshalehan adalah kunci agama sebagai pencerah kehidupan.
“Orang kalau sudah haji, sudah umrah, shalatnya lengkap, bukan hanya wajib tapi juga sunah’, bagaimana nilai-nilai ibadah ini menumbuhkan keshalehan individual yang juga menggerakan keshalehan sosial. Ini tantangan kita. Untuk keshalehan pribadi saja, (zaman) sekarang ini butuh benteng yang kokoh,” ujarnya.
Haedar menyampaikan itu dalam acara Tabligh Akbar Milad Ke-107 Muhammadiyah yang digelar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan di Alun-Alun Kota Lamongan, Ahad (15/12/19)
Peraih 71 Tokoh Berpengaruh Men’s Obsession tahun 2016 dan 2017 ini menjelaskan orang kalau dapat kekuasaan, biasanya kekuasaan (cenderung) membuat seseorang lupa diri.
“Orang yang awalnya biasa, setelah berkuasa menjadi seperti Fir’aun, merasa menjadi penguasa di atas yang lain. Lalu timbulah sikap sewenang-wenang, semaunya sendiri. Tidak mau mendengar orang lain, tidak mau mendengar rakyat. Karena kekuasaan itu suka meninabobokkan orang,” kata Guru Besar UMY ini.
“Awal-awal baik mau mendengar orang, setelah lama-kelamaan tidak mau dengar. Lain jika agama menjadi sumber kontrol, sumber nilai. Nah, di situlah jiwa ihsan itu tumbuh. Ujian ketakwaan itu di kala bukan normal tetapi di saat abnormal,” ujarnya.
Ketika ada peluang untuk korupsi dan menganggap tidak akan ketahuan, di saat itulah orang kalau tidak ingin korupsi tidak korupsi. Tapi rata-rata kan korupsi itu dilakukan orang karena punya kesempatan. “Tetapi orang Islam yang shaleh, dia tidak akan korupsi, tidak akan menyeleweng ketika dia punya kesempatan. Itulah nilai-nilai dari aktualisasi Islam dan mewujudkan keshalehan,” terangnya.
Haedar menegaskan, orang yang shaleh itu tidak perlu menunjukan dirinya shaleh. Ya bagus kalau mau shalat tahajud, tapi gak usah terlalu sering (update) WhatsApp. Seakan-akan menunjukan dirinya sedang tahajud. “Sebenarnya tahajud wilayah paling pribadi. Tapi alasannya ngajak orang supaya bertahajud, ya baik. Tapi, hilangkan rasa untuk memberitahu bahwa saya sedang bertahajud.” Ujarnya.
Juga kalau kita merasa benar, jangan terlalu yakin lalu menganggap keberagamaan orang lain itu salah. “Bahkan di saat kita benar dan orang lain benar-benar salah, di situlah kita harus menunjukan keshalehan dengan cara sabar dan rasa kasih sayang. Ini semangat keshalehan. Lebih jauh, keshalehan harus menumbuhkan rasa ihsan,” jelasnya.
Selain soal keshalehan, Haedar mengajak umat Islam rajin membaca, menjaga ukhuwah islamiyah dengan cara menjadikan tasammuh menjadi ta’awun agar ukhuwah kita menjadi lebih baik (ukhuwah pencerahan).
Haedar juga mengajak membangun pusat-pusat keunggulan sebagai jejak peradaban dan membangun Indonesia berkemajuan. Dua juga agar segala sesuatu yang kita lakukan hendaknya ikhlas mencari ridha Allah. (*)
Kontributor Hendra Hari Wahyudi. Editor Mohammad Nurfatoni.