PWMU.CO – Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka diperlukan adanya langkah-langkah yaitu menjadikan Islam sebagai pencerah kehidupan.
Islam niscaya menjadi sumber pencerahan hidup seluruh umat manusia, termasuk mencerahkan para pemeluk Islam itu sendiri. Islam dan umat beragama harus mampu menciptakan peradaban utama dalam suasana hidup aman, damai, makmur, beradab, dan berkemajuan.
Ketua Umum Pimpian Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haidar Nashir MSi menyampaikan hal itu dalam Tabligh Akbar Milad Ke-107 Muhammadiyah yang akan digelar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Lamongan, di Alun-Alun Kota Lamongan, Ahad (15/12/19).
Haedar mengatakan, Islam tidak berhenti di garis batas normatif dan dogma belaka—yang indah ketika bicara iman dan pemahaman, tapi miskin amal dan keteladanan yang cerah-mencerahkan. “Pemeluk Islam bahkan harus menjadi penyelamat alam, bukan ikut merusaknya,” pesannya.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakata itu menyampaikan, maju mundurnya Indonesia terletak pada orang Islam sendiri. “Semangat ber-Islam di Indonesia mengalami peningkatan yang luar biasa. Namun semangat tersebut tidak cukup hanya diimplementasikan dengan simbol semata, melainkan harus dibarengi dengan upaya keberdayaan umat Muslim. Karena dalam mencapai kesentosaan akhirat tidak boleh diupayakan dengan menegasikan keduniaan,” ujarnya.
Ciri bangsa dan umat yang maju, sambungnya, adalah mempunyai jejak yang dibanggakan. Artinya umat Islam harus membangun pusat pusat keunggulan. Umat Islam bukan lagi berfikir soal jumlah, tapi juga soal kualitas yang menghadirkan pusat-pusat keunggulan (center of excellence). Karena sebagai ciri umat yang maju adalah jejak yang ditinggalkan berupa pusat keunggulan. “Maka amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang didirikan bukan sekadar saja, tapi harus dibarengi dengan kualitas,” ujar Haedar.
Haedar juga menyinggung soal peran Muhammadiyah dan NU. Menurutnya, kedua ormas besar itu harus bisa mengawal negara seperti yang diharapkan oleh pendiri bangsa ini.
“Muhammadiyah dan NU, sebagai gerakan yang lahir sebelum adanya republik ini, dan gerakkan Islam lainnya, harus menjadi pelopor dalam gerakan ukhuwah yang bersifat otentik. Mulai mengerakkan yang awalnya hanya tasamuh bergeser kearah taáwuun, supaya ukhuwah semakin berkualitas,” tambahnya.
Soal kritik yang disampaikan Muhammadiyah pada pemerintah, Haedar menjelaskan bahwa itu merupakan bentuk dakwah amar makruf nahi mungkar. “Tidaklah awur-awuran (sembarangan) tapi menggunakan argumen, bukti, dan dasar yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Dia berharap, di usia yang ke-107 ini Muhammadiyah bisa semakin berkembang dan selalu memberikan manfaat. “Khususnya bagi warga Muhammadiyah, umumnya bagi bangsa dan negara,” ucapnya.
.
Kontributor M. Faried Achiyani. Editor Mohammad Nurfatoni.