PWMU.CO – “Tahlil” dan “istighatsah” memang bisa dikatakan sebagai dua istilah yang kurang popular dalam percakapan keseharian warga Muhammadiyah. Terutama ketika dua istilah ini yang kemudian ditambahi akhiran “an”, yaitu tahlilan dan istighatsahan. Padahal dari segi bahasa, baik tahlil maupun istighatsah (tanpa akhiran “an), begitu kental dalam diri warga Muhammadiyah. Bahkan dipraktikkan dalam bentuk yang konkrit dan bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.
Demikian disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, DR M. Saad Ibrahim, saat berceramah dalam tabligh akbar yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah- Himpunan Tenaga Kerja Perantau (HKTP) Payaman, Solokuro, Lamongan (13/7). “Warga Muhammadiyah juga mengucap kalimat tahlil, Laa ilaaha illa Allah, dalam kesehariannya,” jelas Saad merujuk pada kalimat tahlil yang berarti “tiada Tuhan selain Allah” tersebut.
(Baca: Gus Ipul Mendadak Jadi MC Tabligh Akbar Muhammadiyah dan Ketika Imam Masjid Muhammadiyah Membaca Qunut)
Laa ilaaha illa Allah, tambah Saad, adalah kunci tauhid sehingga juga dikenal dengan kalimat tauhid, yang dalam praktik warga Muhammadiyah ternyata telah menjelma menjadi praksis sosial. Dengan landasan tahlil sosial ini, menjadikan warga Muhammadiyah membangun berbagai amal usaha untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan dan ketidakberdayaan. “Muhammadiyah membangun di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi ini juga menjadi dzikir yang pasti dan kongrit,” tegasnya.
Begitu juga dalam masalah istighatsah, Muhammadiyah pun tidak pernah lepas dari amalan ini. Sebab, secara bahasa, istighatsah mempunyai makna yang tidak jauh berbeda dengan “berdoa”, meminta pertolongan dari Allah swt. “Warga Muhammadiyah, baik untuk diri-keluarganya maupun untuk dakwah Persyarikatan, juga tidak lepas dari doa-doa yang selalu dipanjatkan setiap waktu,” terang
(Baca: Dalam Fiqih, Muhammadiyah Itu Bukan NU dan Jangan Paksakan Logika NU untuk Nilai Muhammadiyah! Begitu juga Sebaliknya)
“Tahlil dan istighatsah yang dilakukan oleh warga Muhammadiyah bukan dijadikan ucapan-ucapan tertentu dalam seremonial-seremonial tertentu,” lanjut Saad. Sebab, lanjutnya, tahlil dan istighatsah ini kemudian dijelmakan dalam spirit untuk mengembangkan dan menyebarkan dakwah Muhammadiyah. Hasil konkritnya adalah penyebaran faham Muhammadiyah ke penjuru Nusantara, bahkan hingga ke luar negeri.
Termasuk hasil konkrit dari tahlil-istighatsah ini adalah pendirian berbagai amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang terus bertambah seiring bertambahnya waktu. “Mengutip pernyataan mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi, jika tiga orang Muhammadiyah berkumpul, satu bulan kemudian berdiri TK Muhammadiyah,” terangnya tentang etos tahlil sosial warga Persyarikatan.
(Baca: Seperti Membangun Kantor RT tapi Mengundang Presiden dan Khatib Jumat yang Ber-HP dan Lempar Humor)
Bagi Saad Ibrahim, jika tahlil dan istighatsah hanya diucapkan secara lisan dengan gerakan-gerakan tubuh tertentu tanpa tindakan konkrit, maka kedudukan manusia akan tetap kalah dengan malaikat. Sebab, ada malaikat yang khusus disengajaciptakan oleh Allah swt untuk berdzikir secara lisan. Juga ada malaikat tertentu yang sengaja diciptakan untuk menurunkan wahyu, serta tugas-tugas kemualian lainnya.
Sementara dalam al-Quran, Allah swt sendiri telah menegaskan manusia punya potensi untuk mengungguli kedudukan malaikat. “Pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah merupakan salah satu upaya membangun keumatan yang berkemajuan sekaligus rahmatan lil ‘alamin,” jelas Saad tentang upaya meningkatkan derajat manusia di atas malaikat.
(Baca: Jika Ketua PWM Jatim Mantu: Resepsi pun Jadi Ajang Konsolidasi dan Ini Jawaban Mengapa Penghuni Surga selalu Muda)
Selain Saad Ibrahim, acara tabligh akbar itu juga dihadiri Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah, DR Haedar Nashir, Ketum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini MSi, Wakil Gubernur Jawa Timur Drs Saifullah Yusuf, Bupati Lamongan Fadeli MM, Wakil Bupati Lamongan Kartika Hidayati, dan anggota DPRD Jatim Khusnul Aqib MM.
Selain itu, hadir Ketua-Sekretaris PW Aisyiyah Jatim Siti Dalilah Candrawati MAg dan Dra Nelly Asnifati, serta jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan PD Aisyiyah (PDA) Lamongan. 5.000-an jamaah menyesaki acara yang dipusatkan di Perguruan Muhammadiyah Payaman, Solokuro itu, yang berasal dari Kecamatan Solokuro, Laren, Brondong, dan Paciran. (lazuardy arkoun)