PWMU.CO – Berlibur ke Bangkok tanpa menghabiskan satu hari di Ayutthaya sangat disayangkan. Ayutthaya sebelumnya adalah ibukota Thailand dan pada tahun 1700 termasuk kota terbesar di dunia. Sekarang, Ayutthaya menjadi situs warisan dunia Unesco.
Letak Ayutthaya yang berjarak kurang lebih 100 km dari Bangkok membuat perjalanan ke sana menjadi one day trip. Apalagi bagi saya yang tinggal di Sukhumvit 48. Dari hotel, saya diantar mobil hotel ke BTS Phra Khanong, lalu naik kereta ke BTS Mochit. Dari sana, saya naik minibus ke Ayutthaya. Dari pusat informasi, saya menyewa tuk tuk (seperti bajaj kalau di Indonesia, tapi lebih besar) berkeliling Ayutthaya.
Melihat di Ayutthaya Tourist Map, ada 98 destinasi kunjungan budaya di sana. Entah butuh berapa hari untuk mengunjungi semuanya. Karena waktu yang terbatas, saya memilih paket lima destinasi dengan total perjalanan empat jam seharga 1000 Baht (1 Baht = Rp 475).
Bagi yang suka gajah, Anda bisa mengunjungi Ayutthaya Elephant Village. Harga untuk tunggang gajah ini juga beragam. Ada 800 Baht untuk 20 menit dan 1000 Baht untuk 30 menit dengan rute berbeda. Anda bisa menikmati beberapa temple (candi) dan menyusuri sungai bersama gajah. Di dekatnya, ada juga Ayutthaya Floating Market yang menyediakan jajanan dan souvenir khas Thailand.
Selanjutnya, masih menaiki tuk-tuk, saya menuju Wat Yai Chai Mongkhon. Karena tidak menggunakan jasa tourist guide, saya hanya membaca di papan informasi tentang tempat ini. Ada dua versi bahasa yakni Thai dan English.
Pada 1357 M Raja U-Thong membangun Wat Pakaew untuk mengakomodasi para bhikkhu yang ditahbiskan oleh Phra Wanratana Mahathera Burean. Setelah itu, Phra Wanratana dari Wat Pa Kaew menyarankan Raja Naresuan yang Agung untuk membangun sebuah Chedi (pagoda). Dia memutuskan untuk membangun Chedi besar di biara ini pada 1592 M. Biara ini kemudian dikenal sebagai Wat Yai Chai Mongkhon.
Di area Wat Yai Chai Mongkhon juga ada replika patung Budha berbaring. Patung Buddha berbaring asli dibangun pada masa pemerintahan Raja Naresuan dan terletak di sebuah bangunan yang dikenal sebagai Wihan Phra Phuttha Saiyat. Patung yang terlihat di ini mengesankan, tetapi merupakan replika yang dibuat pada 1960-an.
Perjalanan saya dengan tuk-tuk berlanjut ke Wat Phukhao Thong. Candi ini terletak di belakang monumen King Naresuan. Pada 1569, setelah mengambil Ayutthaya, Raja Bayinnaung dari Hongsawadi (sekarang bagian dari Myanmar) membangun sebuah chedi besar dengan gaya Mon, di sebelah kuil Budha Wat Phukhao Thong, untuk memperingati kemenangannya.
Selama dua abad berikutnya, chedi tersebut menjadi rusak. Dalam sebuah restorasi pada masa pemerintahan Raja Boromakot (memerintah tahun 1733–1758), sebuah chedi baru dalam gaya Thailand, yang memiliki denah persegi dengan sudut-sudut berlekuk, dibangun di atas dasar reruntuhan. Kuil yang berdekatan, didirikan oleh Raja Ramesuan pada tahun 1387, masih digunakan.
Candi berwarna putih ini sangat besar dan tinggi serta indah, apalagi bila dilihat saat matahari terbenam. Sungguh hasil kreasi yang luar biasa.
Hari mulai sore. Saya pun melanjutkan perjalanan ke Wat Lokaya Sutha. Selain beberapa kuil, di sini ada juga patung Budha berbaring sepanjang 42 meter. Saat saya ke sana, patung Budha berbaring tak terbungkus kain oranye.
Senja pun tiba. Saatnya kembali ke pusat informasi awal dan melanjutkan perjalanan kembali ke hotel. Perjalanan ke Ayutthaya kurang lebih tiga jam dari Bangkok. Lumayan juga ya. Tapi, beragam situs dan sejarahnya sungguh mempesona. (*)
Penulis Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.