PWMU.CO–Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) menggelar diskusi mewujudkan desa bebas sampah dengan Prof Paul Connett, aktivis lingkungan dari Amerika Serikat.
Diskusi bertempat di Markas Ecoton di Desa Cangkir Driyorejo, Selasa (14/1/2020). Peserta berasal dari SD Muhammadiyah 1 Wringinanom (SD Muwri), jajaran Pemerintahan Kecamatan dan Desa Wringinanom, aktivis lingkungan, serta beberapa institusi pendidikan.
Diskusi yang bertema mewujudkan Kota Gresik bebas sampah melalui pengelolaan sampah mandiri di tingkat desa itu, Paul Connett menjelaskan ada empat pihak yang bertanggung jawab. Yaitu masyarakat, dunia industri, akademisi, dan kepemimpinan yang baik.
“Akademisi berperan sangat penting karena sebagai penghubung antara masyarakat dan dunia industri,” tutur Paul yang sudah berkeliling ke 69 negara untuk kampanye bebas sampah.
Paul bercerita usaha negara-negara yang pernah dikunjunginya mengelola sampah dengan berbagai cara. Seperti memisahkan sampah dari rumah, retribusi yang mahal jika sampah yang dibuang dalam jumlah besar, mall barang-barang bekas, budidaya cacing, sampai kantong sampah yang dipasang semacam chips sehingga dapat mendeteksi dimana dan oleh siapa sampah tersebut dibuang.
Menurut dia, Filipina dan Malaysia adalah negara tetangga yang sudah melakukan usaha pengelolaan sampah mandiri dan berhasil. “Jika suatu saat nanti, saya kembali ke sini, saya harap, tempat ini sudah menjadi kota bebas sampah,” kata Paul disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Truk Sampah Baru Melayani 30 Persen
Deqi Rizkivia Radita ST MS dari Dinas Lingkungan Hidup Gresik menjelaskan, di Kabupaten Gresik, setiap harinya sebanyak 133 truk pengangkut sampah masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Ngipik.
“Truk sejumlah itu ternyata baru melayani 30 persen penduduk saja dan selebihnya belum,” tuturnya. Maka ada 70 persen penduduk yang sampahnya belum ditangani Pemkab. Dibuang di berbagai tempat.
Setelah berdiskusi, peserta diajak mengunjungi tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle atau yang biasa disingkat TPS 3R Desa Wringinanom.
Nurhayati, narasumber yang merupakan anggota wanita peduli lingkungan Desa Wringinanom dan pemilah sampah di TPA 3R Ngipik menjelaskan, di sini sampah dipilah sebelum diolah, diangkut atau dijual jika masih mempunyai nilai ekonomis.
Sampah yang dibuang di TPA Ngipik ini menurut data, kebanyakan dari sekolah dibandingkan dengan rumah tangga dan lembaga lain.
Sementara Kepala SD Muwri Kholiq Idris SPd mengatakan, sekolahnya selalu berinovasi mewujudkan sekolah yang ramah dan peduli lingkungan. “Apa yang menurut kami baik dan mendukung kegiatan pelestarian lingkungan, kami terapkan dan jadikan program,” tuturnya.
Kegiatan bersih-bersih lingkungan sekolah pada hari Jumat yang diberi nama Green Friday rutin, kata dia, dilakukan secara bergilir setiap bulan.
Usaha pengurangan sampah plastik untuk kemasan pembungkus makanan yang dijual di kantin sekolah juga diterapkan. “Edukasi tentang pentingnya perilaku ramah dan peduli lingkungan, terus kami lakukan,” tambahnya.
Siswa diberi motivasi untuk menjaga kebersihan kelas dan bersemangat dalam tugas piket dengan memberikan trofi bergilir bagi kelas terbersih setiap bulannya.
Untuk membantu mempermudah pengelolaan sampah, sambungnya, sekolah menyediakan dua tempat sampah organik dan anorganik di setiap kelas.
Idris menjelaskan, selanjutnya yang akan menjadi fokus kami adalah usaha pengelolaan sampah secara mandiri. ”Ini merupakan bentuk tanggung jawab sekolah terhadap sampah yang dihasilkannya. Sehingga mengurangi dan mempermudah proses pengelolaan sampah,” ujarnya. (*)
Penulis Miftakhul Muzdalifah Editor Sugeng Purwanto