PWMU.CO – Pelatihan menulis di SD Musi Menganti, Gresik, sudah berbasis handphone. Tak ada layar LCD, apalagi kertas. Pemateri mengajak berlatih menulis secara mudah dan efisien.
Sebenarnya panitia sudah menyiapkan layar dan mesin sorot LCD di salah satu ruang SD Muhammadiyah 1 (SD Musi) Menganti, tempat berlangsungnya Workshop Penulisan Majalah Sekolah dan Penulisan Berita, Sabtu (1/2/2020).
Tapi pemateri, Mohammad Nurfatoni, menolak menggunakannya. Dia lebih memilih menggunakan paltform media sosial yang kerap dipakai sehari-hari oleh mayoritas pengguna handphone pintar (smartphone).
Fatoni, sapaan akrabnya, meminta pada panitia untuk membuat Group WhatsApp Pelatihan Menulis Berita. Anggotanya adalah pemateri dan peserta. Seluruh peserta—17 guru SD Musi dan Kepala TK Aisyiyah 41 Menganti—diwajibkan membawa handphone lengkap dengan paket datanya.
Pemimpin Redaksi PWMU.CO itu mengaku harus mencari ide kreatif karena sedang berada di Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 1 Menganti yang punya julukan lain: SD Musi Menganti.
Menulis Cara Memperpanjang Umur
Pelatihan menulis di SD Musi Menganti dibuka dengan sambutan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Menganti Nur Syamsi SAg. Dia menyampaikan, kemampuan menulis sangat penting karena bisa memperpanjang usia manusia.
“Umur kita pendek, tapi bisa diperpanjang dengan karya-karya tulis,” ujarnya sambil mencontohkan Buya Hamka. Meskipun sudah meninggal dunia, tapi karya-karya tulisnya berupa buku masih abadi.
“Saya waktu di Pondok Gontor suka membaca karya-karya beliau seperti Tenggelamnya Kapal van Der Wijck,” ucapnya. Buya Hamka memang dikenal sebagai ulama yang pandai berceramah sekaligus menulis. Selain berbagai novel, Buya Hamka telah menulsi karya fenomenal: Tafsir Al-Azhar, yang ditulis saat berada dalam tahanan politik.
Nur Syamsi mengatakan, untuk menjadi penulis yang baik, maka guru harus juga menjadi pendengar dan pembaca yang baik. Dia lalu mengutip Surat an-Nahl Ayat 78.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
Menurut Nur Syamsi tiga komponen itu harus dimaksimalkan agar manusia memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan yang luas maka tulisan akan bagus dan menginspirasi banyak orang.
Nur Syamsi menegaskan, maka pelatihan semacam ini sangat bagus untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menambah wawasan. Termasuk mengasah ketrampilan menulis.
Agar Tak Tenggelam di Dasar Google
Fatoni memulai materi dengan mengajak peserta berselancar di ‘lautan’ Google. Dia mengajak peserta pelatihan menulis di SD Musi Menganti mencari kata-kata kunci yang berkatitan dengan sekolah di Menganti di mesin pencarian Google. Misalnya ‘SD unggulan di Menganti’ dan ‘SD favorit di Menganti’.
Dari penelusuran itu, ternyata tak ditemukan SD Muhammadiyah 1 Menganti yang ditulis oleh sebuah situs dan muncul di permukaan Google. Fatoni mengambil kesimpulan, SD Musi Menganti belum memaksimalkan intenet untuk mempromosikan atau memperkuat brand sekolah.
“Ini pentingnya mengapa kita harus menulis dan memanfaatkan internet,” ujar Fatoni sambil memberi beberapa bocoran bagaimana agar tulisan di internet mudah dicari di Google. Seperti menulis lebih dari 300 kata, memberi sub judul, dan membuat judul dengan 5-7 kata.
Bukan hanya soal kata kunci yang berhubungan dengan sekolah di Menganti, lulusan S1 Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Surabaya tahun 1992 itu juga mengajak peserta berselancar di Google mencari persoalan sehari-hari yang sering ditanyakan masyarakat. Misalnya ‘hukum bayi tabung’, ‘hukum nikah siri’, dan sebagainya.
Dari pencarian itu, terbukti jika web Muhammadiyah sulit tampak di permukaan Google. Lebih banyak yang tenggelam di dasar lautan Google.
Karena itu dia mengajak para guru Muhammadiyah tersebut untuk lihai menulis sehingga bisa ikut berperan dalam menaikkan web Muhammadiyah, atau yang berafiliasi, ke permukaan Google.
Empat Syarat Utama Foto Jurnalistik
Pelatihan menulis berita di SD Musi Menganti benar-benar berbasis handphone. Alat canggih itu bukan saja dipakai untuk berselancar di Google, tapi juga untuk mempraktikkan foto jurnalistik.
Di awal, sebelum Nur Syamsi menyampaikan sambutan, Fatoni sudah memberikan instruksi agar, selain mencatat, para peserta juga memotret. “Pak Nur Syamsi ini akan menyampaikan sambutan. Tolong dicatat dan difoto, karena nanti akan ada tugas praktik dari sambutan beliau,” ucap dia.
Dengan instruksi seperti itu peserta pun tak lagi canggung lagi mencatat dan memotret nara sumber, meskipun teori memotret jurnalistik belum disampaikan. Bahkan ada peserta yang dengan pede-nya berpindah-pindah posisi untuk mencari sudut pemotretan yang dianggap baik.
Lagi-lagi inilah efektifnya pelatihan menulis berita di SD Musi Menganti. Group WhatsApp Pelatihan Menulis Berita yang sudah dibuat sebelumnya dimanfaatkan Fatoni untuk mengumpukan hasil karya foto para peserta.
Dia lalu mengulas satu per satu foto yang sudah masuk. “Ini cahayanya mana?” kata dia mengomentari salah satu foto peserta yang masuk.
Fatoni lalu menjelaskan materi ‘Foto Jurnalstik’ yang sudah dia kirim ke group WA tadi. Ada empat syarat minimal foto jurnalistik. “Pertama, foto harus dinamis, tidak statis,” ucapnya sambil memberi contoh foto statis yang tak layak jadi ilustrasi berita.
Dia mencontohkan foto bersama yang biasa dilakukan sesudah acara. “Ini cocok untuk dokumentasi, tapi tidak untuk berita,” kata dia yang kemudian memberi contoh foto karyanya yang dianggap dinamis karena menggambarkan sebuah peristiwa.
Foto Mewakili 1000 Kata
Menurut dia, foto jurnalistik yang baik itu bisa mewakili 1000 kata. “Itulah foto yag berbicara,” tegasnya. Meskipun begitu foto tetap harus dkasih caption (keterangan) agar memenuhi kaidah jurnalistik, yaitu kapan, di mana, siapa, dan apa di balik foto itu.
Syarat kedua adalah pencahayaan yang baik. Menurut Fatoni, banyak foto yang masuk ke redaksi itu backlight (cahaya latar belakang lebih terang) sehingga subjek utama foto gelap.
Untuk itu pengambilan foto harus menyesuaikan. Bisa dari sisi kanan atau kiri. “Yang lebih bagus lagi jika setting panggung atau podium ramah terhadap kamera handphone yang faslitasnya terbatas,” kata dia.
Ketiga, sambungnya, foto harus memperhatikan komposisi yaitu letak dan posisi subek foto secara proporsional. “Karena foto di media online ini dibatasi ruangnya, terutama nanti saat share link berita di media sosial,” jelasnya.
Keempat, berkaitan template foto di web yang horizontal, maka foto jurnalistik online harus dibuat dengan format landscape (mendatar), bukan potrait atau vertikal.
“Kalau dipaksakan potrait, maka pasti harus di-croping. Kalau komposisi tepat dan ukuran foto besar sih gak masalah. Tapi kalau nggak, ya jadi dipaksakan,” terangnya.
Peserta-Peserta Unik dan Terbaik Karyanya
Setidaknya ada tiga peserta unik dalam pelatihan ini. Ketiganya sangat antusias mengikuti pelatihan meskipun punya hambatan sendiri-sendiri.
Pertama adalah Siswono SPd. Guru berusia 65 tahun itu bahkan menjadi peserta yang mendapat hadiah flshdisc dari panitia karena menjadi peserta pertama yang mengirimkan tugas penulisan berita.
“Sebenarnya saya sudah lama pingin bisa menulis. Forum ini tepat sekali untuk mewujudkan mimpi saya itu,” ujar pria yang sudah punya tiga cucu dari tiga anaknya yang sudah berkeluarga itu.
Peserta unik kedua adalah Kepala TK Aisyah 41 Menganti Nadhirotul Mawaddah. Unik karena hanya dia yang berasal dari TK. Keunikan lainnya, dia mengikuti pelatihan sambil membawa putri kecilnya.
“Kegiatannya bagus. Ilmu baru buat saya karena sebenarnya dulu waktu kecil cita-cita saya memang jadi wartawan. Tapi karena dilarang ortu jadi berubah arah,” ujarnya pada PWMU.CO.
Dia berharap, setelah mengikuti pelathan ini TK Aisyiyah 41 Menganti bisa menuliskan berita tentang TK-nya di PWMU.CO. Berbeda dengan SD Musi yang sudah sering memberitakan kegiatannya, TK Aisyiyah 41 Menganti belum pernah.
Peserta ketiga terunik adalah Siti Nur Hasanah. Sebab dia sedang hamil 7 bulan. “Ini hamil pertama,” ujarnya pada PWMU.CO. Meski sedang mengandung, tulisan praktiknya dinobatkan sebagai juara ketiga. Sedangkan juara satu diraih Rawadan Reza Rachman dan juara dua oleh Dwi Sri Wahyuni.
Belajar dengan Perbanyak Praktik Menulis
Dalam pelatihan menulis berita di SD Musi Menganti itu, Fatoni memberi porsi yang lebih banyak dalam praktik. Dia hanya menyampaikan teori menulis dan fotografi dasar.
Materi dasar jurnalistik yang dia sampaikan berbasis pada teori PAMFAL. Singkatan dari penting, aktual, menarik, akurat dan lengkap.
Berita itu layak muat jika mmeenuhi lima unsur itu.
Dia menekankan pada akurasi dan kelengkapan berita yang menyangkut 5W 1H. “Berita yang tak memenuhi salah satu unsur ini, apalagi beberapa, ini bisa dianggap sebagai hoax,” kata dia sambil memberi beberapa contoh, misalnya harus jelas kapan (where) dan di mana (when) peristiwa itu terjadi.
“Akurasi dan kelengkapan berita itu agar yang ditulis bisa diverifikasi kebenarannya,” ujarnya. Akurasi seperti penulisan nama dan jabatan yang lengkap juga untuk menjaga kredibilitas berita.
Kepada peserta, Fatoni berharap bisa mempraktikkan apa yang sudah dilakukan dalam pelatihan menulis berita di SD Musi Menganti. “Teori sudah. Praktik di sini sudah. Tinggal dilanjutkan dengan menulis berita yang dikirim langsung ke PWMU.CO,” ajaknya. (*)
Konributor Rawadan Reza Rachman, Dwi Sri Wahyuni, Siti Nur Hasanah, Ma’rifah Ramadhona, dan Meisyah. Editor Mohammad Nurfatoni.