Mars NU iringi pengukuhan Prof Biyanto yang Muhammadiyah. Itu terjadi di UINSA Surabaya. Biyanto tawarkan moderasi Islam untuk tangani radikalisme. Din Syamsuddin hadir menyampaikan selamat!
PWMU.CO – Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, mengukuhkan dua guru besar baru tahun 2020 ini dalam Sidang Senat Terbuka di Sport Centre dan Multipurpose, UINSA, Kamis (13/2/2020). Keduanya adalah Dr H Biyanto MAg dan Dr Kusaeri MPd.
Biyanto MAg dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Filsafat. Sementara, Kusaeri sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Evaluasi Pembelajaran Matematika.
Rektor UINSA Prof H Masdar Hilmy SAg MA PhD menyampaikan rasa kebanggaannya dengan hadirnya dua profesor tersebut. Keduanya memenambah daftar guru besar yang ada di UINSA, yakni ke-61 dan 62.
”Mudah-mudahan dengan pengukuhan Gubes ini, keduanya semakin berkembang. Semakin maju dalam mengembangkan pemikiran dan terobosan demi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia,” ujar Masdar Hilmy.
Di sela acara Masdar Hilmy juga mengajak hadirin untuk mendoakan almarhum Prof Dr H Djamaluddin Miri MAg, Guru Besar UINSA yang wafat pada Kamis dini hari, 13 Februari 2020.
Mars NU Ya Lal Wathan
Yang menarik, saat Rektor UINSA Masdar Hilmy menyinggung soal Mars Nahdlatul Ulama (NU) Ya Lal Wathanyang dinyanyikan dalam acara tersebut. Menurut Masdar Hilmy, mars itu merupakan representasi dan pengejawantahan wasathiayah Islam dan moderasi beragama di UINSA.
“Pak Biyanto kebetulan merupakan salah satu pengurus (pimpinan) PW Muhammadiyah. Tapi mohon izin juga tim paduan suara kita menyanyikan Mars Ya Lal Wathan,” ungkap Masdar Hilmy.
Dia melanjutkan, “Kita ingin membuktikan kepada masyarakat Civitas Akademika UIN Sunan Ampel Surabaya adalah profil-profil, figur-figur akademisi yang moderat. Bukan hanya tataran pemikiran, tetapi pada tataran praktis.”
Menutup pidatonya Masdar Hilmy menyampaikan sebuah pantun. “Burung dara burung nuri, terbang tinggi ke angkasa, Selamat kepada Prof Biyanto dan Prof Kusaeri, yang hari ini menjadi profesor kebanggaan UINSA.” Penonton pun bertepuk tangan riuh.
Prof Biyanto Tawarkan Moderasi
Saat pengukuhan, Prof Biyanto menyampaikan orasi ilmia berjudul Antara Deradikalisasi dan Moderasi Perspektif Filsafat Kritik Ideologi.
Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah itu menyampaikan beberapa kritikan, tekait penggunaan konsep deradikalisasi dalam setiap kasus radikalisme. Menurut Biyanto konsep tersebut penting diganti dengan moderasi (wasathiyah Islam).
“Kenapa tema tersebut penting diangkat? Karena isu radikal masih penting mendapat perhatian dari kita. Deradikalisasi yang digunakan sebagai cara untuk melakukan kontraterorisme nyatanya gagal. Ironisnya, kasus-kasus radikalisme banyak diselesaikan dengan kekerasan. Ini dianggap tidak menyelesaikan masalah,” kata dia.
Selain cara deradikalisasi, sambgung dia, ada cara kedua yaitu moderasi. Dengan moderasi ini, penanganan lebih cenderung manusiawi dan lebih positif.
Moderasi yang disebut juga dengan istilah Wasatiyyah, menurut Biyanto, dinilai sebagai jalan tengah yang dapat ditempuh untuk mengatasi fenomena radikalisme.
“Dari deradikalisasi dan moderasi ini kemudian muncul alternatif wasathiyah Islam. Religious truism, religious proporsionalism, dan religious middlelism,” kata dosen kelahiran Lamongan 48 tahun lalu iu.
“Melalui wasathiyah Islam, melalui jalan itu maka kita akan melihat umat kita, generasi masa depan kita akan lebih inklusif, lebih terbuka, lebih toleran, lebih moderat, dan hidup dalam suasana apapun. Dengan meminjam istilah Abdul Mukti, generasi masa depan haruslah generasi yang siap menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada,” kata Biyanto.
Ucapan Selamat Din Syamsuddin
Dalam kesempatan yang berbahagia itu, hadir Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsuddin. Din mengucapkan selamat kepada kedua guru besar UINSA Surabaya yang telah dikukuhkan iu.
“Saya ucapkan selamat kepada kedua guru besar yang kali ini menjadi bintang. perguruan tinggi keagamaan. Memang harus sudah mulai berorientasi kepada kualitas,” ujarnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini mengatakan, sebuah lembaga, sebuah bangsa, akan terpelanting dari perubahan kalau tidak menguasai kata kunci globalisasi.
Maka, saya berharap, UINSA akan menjadai Centre of Accademic Excellent. “Tidak hanya di Indonesia, namun juga ada di dunia,” pesannya. (*)
Penulis Emil Mukhtar. Editor Mohammad Nurfatoni.