Pak Din: Selesaikan di atas sajadah. Bukan di tempat makan atau di ranjang. Itulah pesan Din Syamsuddin pada suami istri yang sedang ada masalah.
PWMU.CO – Prof Din Syamsuddin datang ke kampung pinggir Surabaya Utara. Tepatnya di Platuk Donomulyo, rumah saya, Rabu (4/3/2020).
Hari itu ada acara ngunduh mantu putra keempat saya. Acaranya sangat sederhana, terbatas untuk family dekat dan tetangga kiri kanan saja.
Maka saya terkejut ketika tiba-tiba Pak Din Syamsuddin datang. Sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Mungkin dapat bocoran berita dari PWM (Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah) Jatim.
Para undangan juga terkejut. “Kok mau ya datang ke daerah pinggiran begini,” kata seorang undangan. “Padahal acaranya sederhana,” kata yang lain.
Sampai tiga hari pun kehadiran Din masih jadi pembicaraan jamaah. Ada yang kagum karena Pak Din rendah hati mau datang ke kampung pinggiran. Ada juga yang terkesan dengan tausiahnya.
Pesan Pak Din untuk Pengantin
Dalam tausiahnya Pak Din menggunakan cara dialog interaktif dengan pengantin. Ini salah satunya:
“Jika terjadi perselisihan suami istri, bagaimana cara penyelesaiannya? Psikolog Barat memberi nasihat: selesaikan di meja makan atau selesaikan di tempat tidur. Mas Fakhri pilih yang mana?” tanya Pak Din.
Pengantin tertegun. Bingung. Padahal pertanyaan sebelumnya semua dijawab cepat. Akhirnya: “Saya tidak memilih keduanya atau memilih keduanya,” kata Moh. Fakhri yang didampingi istrinya Echa asal Banyuwangi. Pak Din pun tertawa.
“Keduanya tidak sesuai dengan Islam,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2005-2015 itu.
“Perselisihan itu membuat istri tidak mau masak. Jadi tidak bisa selesai di meja makan. Dan jika tidur satu ranjang maka bukan kemesraaan tetapi saling beradu puggung,” kata dia.
Pak Din Syamsuddin melanjutkan, “Maka cara penyelesaian, dan ini yang saya praktikkan: selesaikanlah di atas sajadah. Shalatlah bersama lalu mohonlah kepada Allah agar ditunjukkan jalan keluar yang terbaik. Insyaallah kita menemukan solusinya,” pesannya.
Kejadian Unik
Ada kejadian unik. Dalam acara itu seorang tetangga, meminjamkan kursi tamu rumahnya untuk diletakkan di bagian depan. Kebetulan dia duduk di kursi itu.
Dia sangat gembira melihat kursinya diduduki Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu. Lalu esoknya, pagi hari dia bilang: Pak Nur saya minta dikasih foto Pak Din ketika duduk di kursi saya ya!”
“Untuk apa? Jangan mengultuskan seseorang ya” kata saya.
“Tidak. Saya ingin tunjukkan kepada anak-anak saya bahwa kursi ini dibeli dari uang halal. Karena itu barakah. Diduduki orang sangat penting di negeri ini,” jawabnya.
Dan ketika foto itu saya berikan, dia sangat gembira. Saya lirik di sudut matanya terlihat air mata. Hati saya ikut terharu. Bagi Tuhan ada seribu jalan memberi kebahagiaan kepada hambanya.
Ketika beliau hadir saya agak bingung soal komsumsi. Tidak ada prasmanan. Yang ada ialah piring berjalan. Dibagi kepada tiap orang. Satu macam menu saja. Ini cara orang desa. Rasanya kurang layak Pak Din diperlakukan begitu.
Maka saya berbisik kepada MasTamhid Masyhudi, Sekretaris PWM Jatim. “Nanti kalau acara selesai tolong Pak Din dan Bapak-bapak PWM diajak makan di luar. Di rumah makan.”
Jawaban Mas Tamhid mengejutkan: “Tidak! Kita datang justru ingin menikmati piring berjalan, bukan makanan di rumah makan.” Akhirnya saya pasrah. Biarlah semua berjalan apa adanya. (*)
Penulis Nur Cholis Huda, Wakil Ketua PWM Jatim. Editor Mohammad Nurfatoni.