Pendidikan anak dikupas tuntas oleh Ustadz Muhammad Sholihin Fanani, seorang pendidik, mubaligh, dan Ketua Mejelis Tabligh PWM Jatim.
PWMU.CO – Anak merupakan anugerah termahal bagi orangtua. Jika kita tidak mampu mendidikya dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam, maka anak itu akan menjadi musibah bagi orangtuanya.
Anak juga bisa jadi teman. Bisa juga jadi musuh seperti disinyalir dalam al-Quran. Mengapa menjadi musuh? Karena tidak dididik dengan syariat Islam.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr Sholihin Fanani SAg MPSD dalam pertemuan rutin Aisyiyah se-Cabang Laren di Perguruan Muhammadiyah Karangwungu Lor, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jumat (13/3/20).
Peranan Seorang Ibu
Sholihin memulai materi parenting dengan pertanyaan, “Bagaimana cara mendidik anak yang baik? Apakah ibu-ibu pernah sekolah menjadi ibu? Ada Nggak?” tanyanya.
Ia mengatakan, “Kita ini menikah ya menikah. Lalu punya anak ya punya. Jadi sekolah untuk ibu tidak ada. Padahal ibu-ibu itu dalam agama disebut al-ummi madrasatul ula. Ibu adalah madrasah pertama. Ibu juga disebut al-imraatul imadul bilad. Ibu itu tiang negara.”
Coba bayangkan pepatah ini, “Ida shaluhat shalahatil bilad, ida fasadad fasadadil bilad. Kalau ibu itu baik maka negara ini baik, kalau ibu jelek maka negara ini jelek.”
“Nah betapa besarnya peranan seorang ibu,” kata Sholihin. Dia mencatat, rata-rata anak yang sukses itu biasanya berasal dari keluarga yang harmonis. “Dan kelurga yang harmonis itu mukanya manis,” katanya yang langsung disambut tawa ibu-ibu.
Sebaliknya, sambung dia, anak yang gagal hidupnya kebanyakan anak yang broken home. “Jadi ibu-ibu harus hati-hati karena anak adalah amanat. Kita nanti akan ditanya oleh Allah tentang anak-anak kita pesan dia,” kata dia.
Sholihin menegaskan, kalau anak diberi pendidikan yang bagus, diajarkan agama dan akhlak, maka akan menjadi generasi yang baik. “Karena agama adalah penting, ibarat anak ini fisiknya perlu dipupuk, untuk menjadikan anak yang baik adalah penting dan tidak mempunyai anak yang baik adalah bahaya,” ujarnya.
Untuk menjadikan anak yang baik, ujarya, ada panduan dari Allah yakni dengan berdoa. “Allah mengatakan kalau kamu takut anak yang lemah, jelek, maka bertakwalah kamu kepada Allah,” ujarnya.
Dua Syarat Orangtua
Sholihin menjelaskan, kalau ingin punya anak pinter syaratnya ada dua. Pertama orangtuanya harus taat, bertakwa kepada Allah. Dan rata-rata kalau orangtuanya taat pasti anaknya taat.
“Karena anak adalah cerminan dari orangtuanya. Jadi semua itu berawal dari orangtuanya,” ungkapnya.
Menurut pria asli Lamongan itu, orang yang bertakwa memiliki tiga ciri. Yaitu rajin berinfak. “Infak yang baik adalah waktu Subuh,” ujarnya. Ciri lainnya mampu mengendalikan emosi (sabar) dan mudah memaafkan orang lain alias tidak mendendam.
Syarat kedua kalau ingin anaknya pintar, maka orangtuanya harus berkata yang baik. Sholihin berpesan kepada ibu-ibu supaya hati-hati berucap. Karena ucapan orangtua adalah doa.
Dia menyampaan, pada waktu sepertiga malam ada doa yang wajib dibaca orangtua. Yaitu Rabbana hablana min ajwajina wadurriyatina qurrata a’yunun wajalna lilmunttaqina imama. Juga rabbi habli minasshalihin. “Dan masih banyak doa dalam al-Quran,” ucap dia.
Sholihin juga membacakan hadits bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tergantung orangtuanya apakah akan menjadikan orang Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Menurut Sholihin 60 persen perilaku anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga; 20 persen oleh lingkungan sekolah, dan 20 persen dipengaruhi oleh temannya. “Dan teman yang paling bahaya adalah HP,” kta dia.
Cara Mendidik Anak
Sholihin menyampaikan ada 13 cara mendidik anak agar berakhlaqul karimah dengan mental berani dan mandiri.
Yaitu mendorong untuk mencoba hal yang baru, memberikan kepercayaan, membiasakan berfikir kritis, memberi contoh yang baik, tetap berfikir logis (masuk akal).
Selanjutnya, jangan menakut-nakuti anak, jangan katakan anak tidak bisa, jangan paksa anak, melatih anak sejak kecil, ajari anak mengenal risiko, biarkan anak menyelesaikan sendiri. Tetap berikan batasan pada anak, beri stimulan secukupnya, bangun ikatan dengan anak, dan berikan pujian pada anak.
Sedangkan cara menjadi anak-anak yang cerdas adalah memperbaiki pola makan yang sehat (halal), ikhlas dan banyak bersyukur, perbanyak doa dan dzikir, perbanyak qiyamul lail.
Perbanyak membaca al-Quran, beri ASI selama dua tahun, ajari untuk mencintai rasulnya, ajari untuk membaca dan disiplin, batasi penggunaan HP, TV, internet. Dan dampingi anak belajar, bukan hanya menyuruh anak belajar.
Bagaimana mencetak anak berahlaqul karimah? Yaitu ajarkan anak tentang keimanan, ketakwaan, dan keislaman sejak dini. Jadilah suri tauladan bagi anak-anak. Ajari anak tentang adab, berikan barang sesui kebutuhan tidak berlebihan.
Perbanyak doa untuk kebaikan anak terutama pada waktu sujud, hati-hati dengan ucapan kita, memperbaiki prilaku anak jika melakukan kesalahan, sering bershadaqah agar anak kita dijaga oleh Allah. Ajari anak selalu bersyukur, kepada Allah, bersabar dan tidak sombong tidak mengeraskan suara.
Mendidik Anak Cara Rasulullah
Menurut Sholihi, Rasululah menddik anak dengan tahapan-tahapan seperti ini.
Pada umur 0-6 tahun orangtua harus memanjakan, mengasihi, menyayangi. Tidak boleh memukul, lebih dekat orangtua untuk menjadi teman bagi anak karena anak merasa aman bersama orangtua.
Umur 7-14 tahun menanamkan disiplin tanggungjawab, perintahkan mendirikan shalat, dan menanamkan kepribadian.
Umur 15-21 tahun untuk mendekati anak menjadi kawan, teladan, pendengar, dan menjadikan anak sebagai tempat yang aman.
Umur 21 ke atas orangtua harus memberikan kepercayaan dan kebebasan dalam membuat keputusan serta memantau dan menasehati dengan iringan doa. “Karena nasihat yang diucapkan 200 kali atau lebih akan membentuk karakter anak,” ujar Sholihin.
Untuk memudahkan, dia lalu memberi rumusan kata anak. A = anak adalah amanah; N = nanti akan diminta tanggung jawab’ A= ajarkan agama, aqidah, dan ahlak; dan K = kelak akan menjadi orang yang baik.
Cerita Inspiratif Sholihin
“Saya kalau diminta ke Laren dan sekitarnya tidak bisa nolak dan diusahakan untuk datang apalagi di Karangwungu Lor ini. Di sini sekolah saya waktu masih kecil. Dan Pak Munadi sebagai guru yang banyak membantu saya,” kenangnya
Dia melanjutkan, “Dulu saya hampir tidak bisa lulus madrasah ibtidauyah (MI) karena tidak bisa bayar ujian negara. Dan alhamdulillah Pak Mukadi ini menolong saya sampai beliau menjual cincin untuk msmbayar ujian saya waktu itu.”
Mendengar cerita tersebut para ibu-ibu merasa haru, trenyuh, dan tak terasa ada yang meneteskan air mata.
Dia melanjutkan kisahnya, “Saya dulu cari ikan dengan memakai jala atau jaring. Dan Pak Mukadi ini kalau menjaring ikan sama saya olehan (selalu dapata banyak). Satu perahu penuh,” kenangnya sambil menunjuk Pak Mukadi.
Sholihin juga menceritakan pengalamannya jual koran, ngamen. “Itu pernah dan waktu pulang dari Surabaya sampai nyebrang Bengawan Solo itu pakai gedebog (batang pisang). Karena sudah malam tidak ada perahu dan tidak punya uang. “Alhamdulillah itu semua bisa terlewati berkat pertolongan dari Allah,” ucapnya. (*)
Penulis Umi Hanik. Editor Mohammad Nurfatoni.