Krisis Jangan Kehilangan Selera Humor. Tulisan Ustadz Nur Cholis Huda mengajak kita tetap bahagia secara sederhana di tengah ketegangan hadapi wabah Covid-19.
PWMU.CO – Jangan pernah kehilangan rasa humor. Meskipun sedang ada wabah Corona. Sedang tinggal di rumah. Sedang menjaga jarak. Sedang tidak ke mana-mana.
Tulisan ini sangat ringan. Kumpulan beberapa humor. Mengajak Anda tertawa, termasuk yang sedang sakit gigi.
Senyum dan tawa adalah jendela kehidupan. Tanpa humor, tanpa senyum dan tawa, maka kehidupan bagaikan rumah tanpa jendela. Pengap. Sumpek. Udara panas dan tidak sehat.
Betapa penting senyuman bisa tergambar dalam pesan Rasulullah SAW. Bahwa senyum kepada orang lain itu berpahala. Rasulullah bersabda:
تَبَسُّمكَ فِي وَجْهِ أخِيكَ صَدَقَةٌ لَكَ
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu.” (HR Muslim)
Senyum yang tulus kepada orang lain bernilai sedekah. Dengan senyum kita seakan berkirim pesan bawa aku dan kamu tidak ada masalah. Jika memberi senyum saja bernilai sedekah apalagi membuat orang lain bisa tersenyum dan tertawa. Nilai sedekahnya akan lebih tinggi. Humor itulah kuncinya.
Berikut ini contoh beberapa humor. Mulai humor tentang guru sampai humor dari almarhum Gus Dur.
Humor tentang Guru
Pada akhir pekan, seorang guru tiduran di kamarnya. Dia sangat capek setelah enam hari bekerja keras. Menggarap administrai, mengajar, mengoreksi pekerjaan siswa. Maka akhir pekan ini dia tidak ke mana-mana. Di rumah saja. Istirahat.
Kantuk mulai datang. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Dia biarkan. Tapi pintu terus diketuk. Dengan terpaksa pintu dibuka. Yang datang muridnya. SD klas V.
“Pak Guru mohon datang ke rumah. Ada yang mau meninggal. Tolong bacakan doa supaya sembuh,” kata muridnya.
“Anggota keluargamu?
“Benar, Pak. Tolong Pak!”
“Aduh. Saya sangat capek sekali.”
“Ayolah Pak. Sebentar saja Pak. Bacakan doa Pak,” murid itu terus merengek.
Akhirnya dengan perasan berat dan terpaksa Pak Guru menuruti.
Sampai di rumah sang murid, Pak Guru tidak melihat ada yang sakit.
“Di belakang Pak,” kata murid itu. Lalu menunjuk kucing di bawah kursi.
“Dia yang sakit, Pak. Doakan Pak!”
Pak Guru kaget. Jengkel. Marah. Dengan perasaan itu dia bacakan doa singkat, “Wahai kucing, kalau kau mau sembuh sembuhlah. Kalau mau mati matilah!”
Beberapa hari kemudian murid itu datang lagi ke rumah guru. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena kucingnya sembuh. Sehat. Namun dia kaget. Kini ternyata pPak Guru sakit.
“Pak guru izinkan saya mendoakan Pak Guru supaya sembuh seperti kucing saya.”
Maka dengan khusyu dia mendoakan seperti kemarin Pak Guru mendoakan kucingnya, “Wahai Pak Guru kalau mau sembuh sembuhlah. Kalau Pak Guru mau mati matilah!”
Pak Guru tertegun. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Murid itu hanya mencontoh.
Guru artinya digugu lan ditiru. Bukan wagu lan saru. Dalam keadaan apapun harus digugu lan ditiru. Jika guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari.
Penyair Taufiq Ismail malah mengatakan “Jika guru kencing berdiri, maka murid akan mengencingi guru”.
Humor selain menyegarkan juga menjadi cara mengritik tanpa menyakiti. Malah yang dikritik ikut tertawa. Ada yang jenaka.
Humor Zaman Orde Baru
Humor ini dulu sering disampaikan Prof Amien Rais. Anda tentu sudah tahu humor ini. Harimau disebut raja rimba atau raja hutan.
Suatu hari sang raja lapar. Maka dia panggil kelinci, kambing, dan kancil. Ini binatang menurut sang raja dagingnya empuk dan lezat.
Kelinci dipanggil. Disuruh mendekat. Sang raja membuka mulut lalu menghembuskan nafasnya. “Katakan dengan jujur bagaimana bau mulut saya?”
“Baunya busuk raja!”
Sang raja marah besar. Kelinci dianggap menghinanya. Maka kelinci dihukum. Dimakan!
Sang raja masih lapar. Maka dipannggil kambing. “Katakan bagaimana bau mulut saya?”
Kambing yang tahu nasib kelinci yang malang berkata sebaliknya. “Raja, baunya harum dan segar.”
Raja marah. “Kamu bohong! Kamu menipu aku. Bau busuk kamu katakan harum dan segar.”
Kambing mengalami nasib yang sama dengan kelinci. Dimakan.
Raja masih belum kenyang. Dipanggilnya kancil. Ditanya hal yang sama. Kancil diam saja. Diulang lagi. Kancil masih diam juga.
“Ayo katakan, goblog!”
“Maaf baginda. Saya tidak bau apa-apa. Saya sedang pilek berat. Hidung saya buntu.”
Akhirnya kancil selamat karena mengaku pilek berat.
Humor di atas menggambarkan kesewenang-wenangan zaman Orde Baru. Bahkan saat itu dikatakan orang Indonesia banyak yang sakit gigi. Tidak bisa atau tidak berani membuka mulut. Intel ada di mana-mana. Orang mudah ditangkap atas nama pembangunan.
Namun kesewenang-wenangan itu ternyata bisa dikalahkan dengan kecerdasan. Kancil mengaku pilek berat. Humor ini terkenal dengan nama humor kancil pilek.
Humor Keluarga
Bapak dan anak duduk di ruang tamu. Bapak membaca surat kabar. Anak melihat HP. Tiba-tiba terdengar suara keras dari dapur.
“Praaang!” Lalu sepi.
Anaknya berkata: “Pasti ibu yang memecahkan piring atau gelas itu.”
“Kamu kok tahu tanpa melihat ke dapur?” kata ayahnya.
“Saya hafal betul. Kalau yang memecahkan bukan ibu, pasti setelah bunyi “Praaang” diikuti omelan ibu yang panjang. Tapi kalau ibu yang memecahkan, setelah suara “Prang” lalu sunyi, tidak ada omelan,” kata anaknya sambil tertawa.
Hati-hatilah para orangtua. Perilaku kita selalu diingat anak-anak kita. Peliharalah humor dalam keluarga. Tidak harus menjadi pelawak baru bisa membuat humor. Materi apa saja bisa.
Di meja makan misalnya, tempe gosong, tandukan nasi adik kelewat banyak, dan lain-lain bisa menjadi bahan humor.
Yang penting bisa membuat tawa bersama. Tentu tanpa ada yang merasa terluka. Humor bisa murah. Tapi tidak murahan. Krisis, jangan kehilangan selera humor.
Tertawa Itu Menyehatkan
Nia Hidayati dalam artikel Manfaat Humor sebagai Terapi Kesehatan menyatakan menurut para ahli, anak-anak sehari bisa tersenyum 300 kali. Sedang orang dewasa hanya sekitar 15 kali.
Ulangi: anak bisa tertawa sehari 300 kali. Orang dewasa cuma 15 kali. Orang dewasa terlalu serius dan tegang menghadapi persoalan. Sedang anak-anak memandang dunianya itu permainan.
Anak-anak bisa tertawa lepas melihat boneka berkedip-kedip. Melihat kupu-kupu hinggap dan terbang. Orang dewasa tidak lagi. Sudah banyak kehilangan tawanya. Kecuali ketika bertemu rupiah. Itupun belum tentu bisa tertawa.
Menurut Nia, senyum dan tertawa menstabilkan konsidi psikis seseorang, mengurangi kecemasan dan menghilangkan stress. Dengan tertawa hormon anti-stress, hormon bahagia (endorphin) keluar. Mengalahkan hormon pemicu stress (cortisol).
Senyum dan tawa juga bisa mengembalikan kekebalan tubuh dan kesehatan. Memproduksi sel-sel limfosit yang bisa meningkatkan imunitas. Dan masih banyak lagi manfaat humor, senyum dan tertawa.
Humor Gus Dur
Ketika menjadi Presiden, Gus Dur berkunjung ke Arab Saudi. Waktu berbincang dengan raja, Gus Dur bisa membuat raja Arab Saudi itu tertawa terpingkal-pingkal.
Padahal biasanya raja selalu serius. Orang Arab heran melihat kejadian itu. Apakah sebenarnya yang dikatakan Gus Dur sehingga raja bisa tertawa?
Seingat saya Ibu Nuriyah, istri Gus Dur, pernah membuka rahasia ini di sebuah TV swasta. Di Arab Saudi banyak papan dengan tulisan “Mamnu’ud Duhul”. Diletakkan di depan kantor atau tempat penting lain.
Mamnu’ artinya dilarang. Duhul artinya masuk. Jadi artinya dilarang masuk. Tidak ada masalah dengan tulisan itu.
Namun Gus Dur bilang bahwa banyak jamaah haji Indonesia heran dengan tulisan itu. kata duhul yang berarti “masuk” punya makna khusus di Indonesia. Duhul bukan sembarang masuk karena duhul di Indonesia artinya senggama.
Maka orang Indonesia heran di depan kantor ada tulisan “Dilarang Bersenggama”. Siapa yang berani melakukan itu di depan kantor, dalam keadaan ramai dan pada siang hari pula?
Mendengar penjelasan Gus Dur yang tidak terduga raja tidak bisa menahan tawa.
Mari tetap tersenyum. Tertawa dan gembira meskipun ada wabah Corona.
Ayo guyu. Guyu maneh. Yen guyu ning ojo seru-seru! (Rawahu Waldjinah).
Krisis Jangan Kehilangan Selera Humor bersumber dari Hidup Bermakna dengan Memberi, buku karya Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.