PWMU.CO-Kisah KH Ahmad Dahlan mengajukan izin organisasi Muhammadiyah ke pemerintah kolonial ternyata cukup berbelit. Prosedur birokrasinya panjang melewati pertimbangan beberapa pejabat.
Organisasinya dinamakan Muhammadiyah atas usul Sangidu, muridnya. Artinya, pengikut sunnah Nabi Muhammad. Dalam proposalnya Kiai Ahmad Dahlan menulis jabatan pemimpin organisasinya disebut Presiden Muhammadiyah. Ternyata sebutan jabatan itu menjadi masalah dan menyebabkan jadi ganjalan.
Pengajuan izin organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Surat itu kemudian dilimpahkan kepada Residen yang selanjutnya dimintakan pertimbangan Sri Sultan. Sang Raja kemudian meneruskan surat itu ke Rijksbestuur der Yogyakarta.
Dari bagian ini surat diteruskan lagi kepada Penghulu Kraton yaitu Kiai Chalil Kamaluddiningrat untuk memberikan penilaian sebagai orang yang berurusan langsung dengan umat.
Setelah dibaca oleh Kiai Penghulu Kraton ternyata dia memberi pertimbangan menolak surat permohonan Kiai Dahlan itu. Maka orang pun bertanya kepada Kiai Penghulu Kraton apa alasan menolak permohonan mendirikan Muhammadiyah.
Kiai Penghulu menjawab, ”Bagaimana mungkin menyetujui Kiai Ahmad Dahlan hendak menjadi Residen yang lebih berkuasa dibandingkan Sri Sultan. Residen hanya ada satu di Yogyakarta ini.”
Rupanya Kiai Penghulu salah paham. Sebutan presiden dia pahami residen, jabatan penguasa wilayah yang dipegang orang-orang Belanda. Maka dijelaskannya apa itu sebutan dan kedudukan Kiai Ahmad Dahlan sebagai Presiden Muhammadiyah. Barulah Kanjeng Kiai Penghulu paham. Akhirnya memberikan persetujuan pendirian organisasi itu.
Tapi proses turunnya surat izin organisasi dari Sri Sultan masih menunggu beberapa bulan lagi. Pada tanggal 18 November 1912 barulah Kesultanan Yogyakarta menerbitkan izin itu.
Lobi ke Boedi Oetomo
Berikutnya pada 20 Desember 1912 KH Ahmad Dahlan mengurus izin badan hukum kepada pemerintah Hindia Belanda. Ternyata izin ini dua tahun kemudian baru keluar. Yaitu 22 Agustus 1914. Persyarikatan Muhammadiyah bergerak bidang pendidikan dan sosial hanya diizinkan untuk daerah Yogyakarta saja.
Untuk mendapatkan izin badan hukum itu dilakukan banyak strategi dan lobi. Kiai Dahlan minta bantuan pengurus Boedi Oetomo Yogya Raden Mas Boedihardjo dan Raden Dwidjosewojo. Disarankan Kiai Dahlan mendirikan Kring Boedi Oetomo Kauman lebih dulu dengan jumlah penguru tujuh orang.
Maka diajaklah enam pemuda Kauman membuka ranting Boedi Oetomo Kauman. Mereka itu RH Sjarkawi, H Abdoelgani, H Sjuja’, H Hisjam, H Fachrodin, dan H Tamimuddari. Ditambah Kiai Dahlan sendiri menjadi tujuh pengurus.
Setelah Ranting Boedi Oetomo Kauman terbentuk, berikutnya tujuh orang ini yang mengajukan pendirian organisasi Muhammadiyah hingga mendapatkan izin dari Sri Sultan dan pemerintah kolonial Belanda.
Kisah KH Ahmad Dahlan mengurus izin Muhammadiyah ini diambil dari buku Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah tulisan Prof Dr Munir Mulkhan. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto